Sahabat, bayangkanlah seseorang yang bekerja siang malam demi mendapatkan penghasilan, lalu setelah uang diterima, ia malah memberikan uang penghasilannya itu pada seseorang yang amat dibencinya. Kira-kira bagaimana perasaan
Sahabat jika hal tersebut terjadi pada diri kita sendiri? Pastilah merasa rugi bukan?
Sadarilah bahwa ketika kita mengghibah seseorang, sama saja seperti memberikan pahala yang kita upayakan selama hidup di dunia ini pada orang tersebut di akhirat kelak. Bukankah amat rugi?
Lihatlah Imam Hasan Al Bashri yang justru memberikan hadiah kepada seseorang yang mengghibahinya. Pada suatu hari, beliau mendapat kabar kalau ia telah dighibahi oleh si fulan.
Mendengar kabar tersebut, Hasan Al-Bashri menjadi bersyukur dan ia segera mengutus seseorang untuk mengirimkan emas permata kepada orang yang mengghibahinya, dan menitipkan sebuah pesan:
“Telah sampai kepadaku sebuah berita bahwa engkau berbaik hati mengirim amal kebajikanmu kepadaku. Oleh karena itu, aku hadiahkan seluruh hadiah ini kepadamu.”
Sahabat, tahukah apa yang dimaksud dengan ghibah? Mari kita simak sebuah hadits yang menjelaskan tentang apa itu ghibah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?”
Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.”
Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589)
Jelas bahwa yang disebut ghibah adalah menyebutkan suatu ucapan tentang diri seseorang yang tidak ia sukai. Misalkan seorang bertubuh pendek, tentu tidak akan suka ketika ia dighibah “Dasar pendek!” Demikian juga seseorang yang bertubuh kurus, berhidung pesek, atau hal lainnya yang tidak disenanginya.
Mengapa ghibah bisa membuat orang yang melakukannya amat merugi? Ya, karena dosa berghibah tidak dimaafkan Allah kecuali orang yang bersangkutan telah memaafkannya. Bahkan dosa ghibah melebihi zina.
“Hati-hatilah kamu dari ghibah, karena sesungguhnya ghibah itu lebih berat dari pada berzina. Ditanya, bagaimanakah? Jawabnya, “Sesungguhnya orang yang berzina bila bertaubat maka Allah akan mengampuninya, sedangkan orang yang ghibah tidak akan diampuni dosanya oleh Allah, sebelum orang yang dighibah memaafkannya.”
(HR Albaihaqi, Atthabarani, Abu Asysyaikh, Ibn Abid)
Rasulullah pun mengabarkan betapa mengerikannya hukuman bagi para pengghibah:
Pada malam Isra’ aku melewati sebuah kaum yang mereka melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka”, lalu aku berkata: ”Siapakah mereka ya Jibril?”, Jibril berkata: ”Yaitu orang-orang yang mengghibahi manusia, dan mereka mencela kehormatan-kehormatan manusia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)
Sahabat, sungguh merugi jika kita tak dapat menunggangi lisan sendiri dengan baik sehingga mudah berghibah tentang orang lain. Padahal Allah telah mengingatkan bahwa ghibah itu sama seperti memakan daging bangkai saudara kita sendiri, bukankah ini amat menjijikkan?
“…Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik…” (QS. Hujurat: 12)
Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjauhi ghibah:
1. Menahan diri dari komentar negatif tentang orang lain
2. Bergaul dengan orang-orang yang menjaga diri dari ghibah
3. Mengingat ganjaran dosa berghibah setiap kali ingin melakukannya
4. Menyibukkan diri dengan aib sendiri daripada aib orang lain
5. Senantiasa berprasangka baik mengenai orang lain
6. Berpikir beberapa kali sebelum menyiarkan sebuah berita ghibah
7. Utamakan Nasihat empat mata daripada mengghibah
Sahabat, jangan sampai menjadi sia-sia kebaikan yang kita upayakan selama hidup ini hanya karena asyik mengghibah. Jauhi ghibah, jauhi hal yang membuat rugi di akhirat kelak. (SH)
Baca Juga: Iringi Keburukan dengan Kebaikan