Skip to content

Alasan Tercabutnya Nikmat

Alasan Tercabutnya Nikmat“Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30).

Sahabat, pernahkah merasakan sebuah kenikmatan, namun kemudian Allah mencabutnya kembali?

Misalnya, nikmat pekerjaan tapi kemudian mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK), nikmat rumah tempat tinggal, tapi kemudian harus dijual kembali, nikmat kendaraan tapi kemudian hilang tercuri atau terkena kecelakaan.

Terlepas dari takdir Allah yang memang pasti terjadi, sebenarnya ada beberapa alasan mengapa Allah mencabut kembali nikmatNya dari seorang hamba, oleh sebab itu kita perlu secara kontinyu melakukan introspeksi diri jika tak ingin nikmat dari Allah tercerabut.

Berikut beberapa alasan tercabutnya nikmat:

1. Kurang bersyukur

Bayangkanlah jika ada seseorang yang memiliki tempat tinggal, keluarga lengkap, kendaraan yang nyaman, makanan yang tercukupi tiap harinya, tapi selalu mengeluh.

Ia terus mengeluh tentang rumahnya yang belum direnovasi, keluarganya yang selalu ikut campur urusan rumah tangganya, kendaraan yang kurang besar, dan makanan yang membosankan.

Bukankah orang yang tak bisa bersyukur seperti ini sama saja baginya apakah nikmatnya ada atau tiada? Ia akan sama-sama mengeluh!

Maka, wajar jika di suatu hari Allah mencabut nikmat-nikmat yang ada pada dirinya, agar ia menyadari bahwa yang selama ini ia miliki adalah kenikmatan yang besar.

Ingatlah bahwa orang yang tidak bersyukur akan mendapat azab dari Allah, salah satu bentuk azab tersebut adalah tercabutnya nikmat yang ada pada dirinya:

“Dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Tidak hanya dalam lingkup individu, Allah juga akan mencabut nikmat bagi negeri yang para penduduknya tidak bersyukur, yakni dengan memberikan kelaparan dan ketakutan pada mereka.

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl: 112)

Na’udzubillah min dzalik. Semoga kita terjauh dari sikap kufur nikmat.

2. Tidak berinfak di jalan Allah dengan nikmat yang Allah berikan

“Allah mengkhususkan pemberian kenikmatanNya kepada kaum-kaum tertentu untuk kemaslahatan umat manusia. Apabila mereka membelanjakannya untuk kepentingan manusia maka Allah akan melestarikannya, namun bila tidak, maka Allah akan mencabut kenikmatan itu dan menyerahkannya kepada orang lain.” (HR. Ath-Thabrani, Abu Dawud)

Jelas bahwa ketika Allah menitipkan suatu kenikmatan pada kita, sebenarnya Ia memberi amanah agar kita membagikan titipan nikmat tersebut pada hambaNya yang lain juga.

Jika kita tak mau berbagi, Allah memiliki hak untuk mengambil kembali titipannya tersebut.

3. Orang yang diberi kemewahan hidup melakukan kedurhakaan terhadap Allah

Alasan tercabutnya nikmat bahkan dibinasakannya suatu negeri salah satu penyebabnya juga adalah sikap durhaka penduduknya terhadap Allah, setelah Allah memberi nikmat berupa kemewahan pada diri mereka.

“Dan jika KAMI hendak membinasakan suatu negeri, maka KAMI perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati ALLAH) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan KAMI), kemudian KAMI hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Israa: 16)

Kedurhakaan di sini bisa berupa pelanggaran terhadap aturan Allah, seperti: memakan makanan haram dan riba, enggan mengeluarkan zakat, perzinaan merebak, pembunuhan merajalela, dan lain sebagainya.

4. Allah ingin HambaNya mengingat Allah dan tunduk padaNya

Bisa jadi ketika Allah mencabut nikmatNya atas diri kita, disebabkan Allah ingin kita kembali padaNya, memohon dan merendahkan diri di HadapanNya.

“Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. al-An’am: 42)

 

Sebagaimana nabi Ayub yang diuji dengan cobaan luar biasa berupa penyakit, kehilangan harta benda dan keluarga, hal tersebut merupakan tanda cintanya Allah. Setelah nabi Ayub lolos ujian, akhirnya Allah mengembalikan semua nikmatNya kembali.

Jadi, ketika Allah mencabut nikmat yang pernah Ia berikan pada diri kita, bisa jadi itu merupakan cara Allah menunjukkan cintaNya. Jangan pernah berputus asa ataupun berprasangka buruk pada Allah karena Ia tak memiliki kepentingan apapun terhadap hambaNya.

“Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shohih)

Sahabat, mudah-mudahan Allah senantiasa membuat kita bersyukur atas kenikmatan yang Ia berikan, sehingga atas kesyukuran itu, Allah makin menambah nikmatNya dan bukan malah menjadi alasan tercabutnya nikmat dari diri kita. Wallaahualam. (SH)

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa