Skip to content

Amalan yang Lebih Baik dari Sedekah Emas

sedekah emas“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152)

Sahabat, apakah bersedekah dengan emas dan perak merupakan satu amalan yang kecil nilainya? Tentu saja tidak!

Lalu bagaimana dengan amalan berjihad di jalan Allah? Membunuh musuh atau terbunuh oleh musuh. Apakah hal tersebut adalah perkara sepele? Tentu saja tidak!

Akan tetapi ternyata ada satu amalan yang terlihat ringan, padahal nilainya lebih besar daripada menginfakkan emas dan perak, juga lebih besar daripada membunuh musuh atau terbunuh saat berjihad di jalan Allah.

Rasulullah menyatakan amalan ini sebagai yang paling baik, paling suci, dan paling menaikkan derajat di sisi Allah. Amalan apakah itu?

”Maukah kuberitahukan kepadamu suatu amalan yang paling baik dan paling suci disi Tuhanmu, dan paling menaikan derajatmu, dan lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada berjuang melawan musuh, kamu membunuh musuh atau musuh membunuhmu.”

Para sahabat menjawab “Ya.”
Sabda Rasulullah, “Dzikrullah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Sungguh luar biasa nilai dzikrullah alias mengingat Allah. Jika kita menginfakkan emas dan perak, bisa saja dengan niat ingin dikatakan sebagai dermawan, dan niat riya’ ini menjadikan amalan tersebut tak ada nilainya di hadapan Allah.

Demikian pula ketika kita turut berjihad di medan perang, meski bertaruh nyawa, sangat mungkin niat bergeser agar dikatakan sebagai pemberani oleh kebanyakan manusia. Hanguslah pahala kebaikan yang diperoleh hanya karena bergesernya niat.

Itu sebabnya dzikrullah bernilai tinggi dan suci, justru dikarenakan ia adalah aktivitas hati dan lisan dalam mengingat Allah. Itupun hendaknya dilakukan dengan suara lirih.

Apakah yang bisa diharapkan oleh orang yang berdzikir mengingati Allah selain mencapai ridhoNya, serta untuk menenteramkan hatinya?

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran-191)

Orang-orang yang enggan berdzikir di kala duduk atau berbaring di suatu tempat, pastilah merupakan orang yang merugi.

Bagaimana tidak? Bukankah dzikrullah merupakan amalan yang amat sederhana, tidak mengeluarkan biaya, tenaga, juga tak memerlukan waktu khusus, jika amalan sederhana ini saja tidak kita lakukan, bukankah kita amat merugi?

“Barangsiapa duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan kerugian dari Allah, dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan kerugian dari Allah.” (HR. Abu Daud)

Bahkan jika dibandingkan antara orang yang hatinya terbiasa berdzikir dengan yang tidak, ibarat seorang yang hidup dengan sesosok mayat. Na’udzubillah, jangan sampai kita menjadi sesosok mayat hidup dikarenakan hati kita lalai dari mengingat Allah.

“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)

Dan yang perlu digarisbawahi, berbeda dengan amalan shaleh lainnya, dzikrullah tidak mementingkan sebaik-baik amal, melainkan menyuruh kita untuk berdzikir sebanyak-banyaknya, terutama di kala pagi dan petang.

“Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah di waktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab: 41-42)

Dengan demikian marilah kita berdzikir sebanyak-banyaknya di setiap waktu, mengingat Allah baik di kala berdiri, duduk, maupun berbaring.

Boleh saja kita seumur hidup tak mampu bersedekah dengan emas dan perak atau berjihad di medan perang, akan tetapi jangan sampai hari-hari kita terlalaikan dari dzikrullah. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin. (SH)

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa