Skip to content

Cara Membangun Surga di Rumah

surga-di-rumahSahabat, berapa banyak rumah yang telah menjelma surga? Bukan dilihat dari interior, eksterior, perabot atau lainnya, tapi sebuah rumah menjadi surga karena dipenuhi dengan kebahagiaan hati penghuninya.

Mari kita simak hadits berikut:

“Ada empat di antara kebahagiaan (seorang mukmin): istri yang sholihah (baik), tempat tinggal yang luas, tetangga yang sholih (baik), dan kendaraan yang nyaman. Ada empat kesengsaraan: tetangga yang buruk, istri yang buruk, rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk.”(HR. Ibnu Hibban)

Bisa dilihat bahwa sebuah rumah bisa mewujud surga jika syarat-syarat tersebut disempurnakan. Bersyukurlah orang yang telah mendapatkan 4 karunia tersebut. Berikut paparan cara membangun surga di rumah,

Baca Juga: 3 Jalur Memanfaatkan Harta

1. Istri atau pasangan hidup yang baik

Jelas, pasangan hidup merupakan kunci kebahagiaan dalam rumah tangga. Pasangan yang selalu ribut, berbantah-bantahan, adu argumen, tidak akan menghadirkan bahagia di hati, pasangan yang buruk perangainya hanya akan membuat rumah layaknya neraka, sekalipun ia memiliki wajah rupawan bagai bidadari dan bidadara surga.

Bagaimanakah ciri-ciri istri yang baik atau shalihah?

Ditanyakan kepada Rasulullah manakah perempuan yang lebih baik? Rasulullah menjawab: adalah wanita yang menyenangkan suaminya ketika dia memandangnya (punya daya tarik) dan wanita yang taat ketika suaminya memerintah, dan wanita yang tidak menyelisihi suaminya di dalam urusan dirinya dan hartanya dengan apa-apa yang suaminya benci.” (HR. Nasai’) 

Kurang lebih demikianlah ciri-ciri istri yang shalihah terhadap suaminya. Lalu bagaimana pula ciri-ciri suami yang shalih? Bukankah saat ini banyak suami yang merongrong haknya semata tanpa memikirkan kewajiban.

Rasulullah mengumumkan bahwa mukmin terbaik adalah yang perlakuannya terhadap istri paling baik, berikut ini perlakuan yang perlu diperhatikan oleh para suami terhadap istri dan anaknya:

Hendaknya suami memberi makan istrinya sebagaimana apa yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian bagi istrinya sebagaimana yang dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya (mencelanya), dan tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumah (saja).” (HR. Abu Dawud)

2. Tempat tinggal yang luas

Alangkah bahagianya jika dikaruniai rumah yang luas dalam artian sebenarnya. Akan tetapi jika Allah masih menguji dengan rumah mungil yang sempit tetap tak mengapa, karena luas sempitnya rumah bersifat relatif.

Sebuah rumah yang luasnya bagai istana raja bisa terasa sempit jika orang-orang di dalamnya senantiasa berseteru dan terlibat percekcokan. Sebaliknya, rumah yang mungil bisa terasa amat nyaman, lapang, dan dirindukan, manakala penghuni di dalamnya adalah orang-orang yang sifatnya mendamaikan.

3. Tetangga yang baik

Tetangga bisa menjadikan sebuah rumah tangga makin nikmat karena bergaul dengan mereka, tapi bisa juga sebaliknya. Justru merasa sengsara karena mendapat perlakuan buruk dari tetangga rumahnya.

Akan tetapi, sekalipun kita merasa sengsara atas perangai buruk tetangga, jika kita tetap bersabar, hal tersebut akan membawa pada kecintaan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda (yang artinya): “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah, … Disebutkan di antaranya: “Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah boleh kematian atau keberangkatannya” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Bagaimanapun, Allah dan RasulNya telah memerintahkan kita untuk memuliakan tetangga dan berbuat baik pada mereka.

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (Muttafaq ‘alaih).

Selain berbuat baik, hendaknya kita juga menjauhkan diri dari berbuat hal buruk pada tetangga sendiri. Misalnya berbuat kebisingan yang membuat tetangga terganggu, membuka aib tetangga pada orang lain, dan keburukan lainnya.

Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari (no.6016)).

4. Kendaraan yang baik

Apapun kendaraannya, jika nyaman dan dapat membantu mencapai tujuan, maka kendaraan tersebut adalah sesuatu yang membahagiakan. Akan tetapi jika kendaraan yang dimiliki justru menyusahkan, selalu memboroskan uang untuk perawatan, maka kendaraan ini tidak masuk kategori kendaraan yang baik.

Baca Juga: Wakaf Masjid Nabawi di Zaman Rasulullah

Mengapa kendaraan yang nyaman cukup penting diperhatikan? Ini artinya Rasulullah peduli mengenai mobilitas keluarga mukmin. Bagaimana mungkin kita bisa bekerja dengan baik, bersilaturahim dengan rutin, mengisi atau mengikuti kajian dengan nyaman bila kendaraan yang dimiliki tidak memadai.

Sahabat, mengikuti cara membangun surga di rumah sendiri penting untuk diupayakan oleh setiap mukmin. Semoga dengan demikian kita dapat merasakan indahnya surga di dunia dan akhirat kelak. (SH)

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa