“Dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Hud: 116)
Sahabat, sebenarnya kebutuhan hidup manusia di dunia ini hanyalah sederhana: Makan, minum, tidur, berpakaian, juga memiliki tempat tinggal untuk menetap. Akan tetapi, gaya hidup mewah membuat kebutuhan dasar ini berubah menjadi sangat mahal dan tak terjangkau.
Ada orang yang untuk berpakaian dari ujung kepala sampai ujung kaki saja bisa menghabiskan ratusan juta Rupiah. Dengan bangganya ia perlihatkan baju yang didesain khusus oleh perancang ternama, sepatu dan tas berharga puluhan juta, belum lagi tatanan rambut juga make up dan aksesoris berkelas yang dikenakannya.
Untuk tempat tinggal, ada yang membuat ruang kamar mandinya saja seluas lapangan bulu tangkis, lengkap dengan televisi, bath ub, wastafel, itu baru kamar mandi, belum lagi ruangan lainnya yang harus dijangkau dengan lift di rumah itu.
Bayangkan, hanya untuk membayar tagihan listrik dari rumah mewah itu saja menguras lebih dari tiga puluh juta Rupiah tiap bulannya. Inilah mahalnya gaya hidup mewah, padahal dengan uang sejumlah sama, sebuah keluarga bisa hidup dan tidak kekurangan bahan makanan selama 10 bulan atau lebih.
Seseorang yang terbiasa dengan gaya hidup mewah akan berbangga telah menghabiskan harta yang banyak untuk memenuhi ambisinya.
“Dia mengatakan, ‘Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” (QS al-Balad: 6)
Sahabat, sebenarnya tiada yang salah dengan kekayaan, karena itu adalah sedikit kenikmatan yang Allah limpahkan di dunia ini. Akan tetapi hidup bermewah-mewahan bukanlah gaya hidup yang cocok untuk orang yang mengejar akhirat.
Sadarilah bahwa menjadi kaya sungguh berbeda dengan hidup bermewah-mewahan. Orang kaya masih menyimpan kebaikan yang banyak dari dirinya, namun orang yang memiliki gaya hidup mewah justru menyimpan keburukan yang banyak pada dirinya.
Gaya hidup bermewah-mewahan sangat mungkin menjauhkan seseorang dari kewajiban melayani orang lain, karena sudah menjadi kebiasaan seseorang dengan gaya hidup mewah justru akan menuntut pelayanan dari orang lain, dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang kepentingan serta keuntungan pribadinya sendiri.
Gaya hidup mewah juga cenderung membuat seseorang terlena dengan kehidupan dunia dan terlupa akan kematian serta kehidupan di negeri abadi. Bagaimana ia akan ingat pada siksa kubur atau siksa neraka jika setiap saat perutnya kenyang oleh hidangan, dan matanya senantiasa terpuaskan oleh tidur yang lama?
Gaya hidup mewah hampir bisa dipastikan membuat seseorang tidak sensitif terhadap kesulitan orang lain. Ia kesulitan memahami bagaimana rasanya orang miskin yang kelaparan, sakit, terkena PHK, atau orang yang dilanda bencana banjir dan lainnya.
Maka, tinggalkanlah gaya hidup mewah dan biasakanlah menggunakan gaya hidup akhirat, yakni gaya hidup yang senantiasa berorientasi pada kehidupan akhirat, dan hanya mengambil sekadarnya saja dari dunia ini.
“… Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Al-Mukmin: 39)
Gaya hidup akhirat adalah sebagaimana yang Rasulullah dan para Sahabatnya contohkan. Mereka adalah para Milyuner, memiliki banyak bisnis dan properti, akan tetapi hidup bersahaja dan berlomba-lomba melakukan amal shaleh dan kebaikan.
Rasulullah bahkan hanya makan dengan gandum kasar dan beberapa butir kurma, tidur beralaskan tikar yang membekas di punggungnya, menambal sendiri pakaiannya yang sobek, dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memenuhi hak Allah, keluarga, sahabat, umat, dan sedikit saja hak untuk dirinya.
Kita mungkin tidak dituntut melakukan gaya hidup zuhud yang benar-benar mengabaikan dunia sebagaimana yang Rasulullah lakukan, akan tetapi setidaknya jauhilah gaya hidup mewah yang berlebihan.
Pertama-tama, jauhilah sikap mubadzir. Dalam berpakaian, berbelanja, berpenampilan, dan bahkan dalam memenuhi hasrat perut, lakukanlah dengan sederhana dan tidak berlebihan.
Kedua, sering-seringlah melakukan kontak dan berinteraksi dengan orang miskin, anak yatim, dan orang-orang yang dilanda kesulitan, yakni dengan menafkahkan sebagian harta yang Allah berikan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Ketiga, jauhilah pertemanan dengan orang yang memiliki gaya hidup bermewah-mewahan. Bagaimanapun, berteman dengan orang-orang demikian akan mempengaruhi gaya hidup kita pula.
Sahabat, semoga Allah memberikan hati kita kecintaan pada gaya hidup akhirat dan membenci gaya hidup bermewah-mewahan. Sesungguhnya gaya hidup mewah merupakan penyebab siksa yang pedih di dunia maupun akhirat. Wallaahualam. (SH)