Skip to content

Ketika Para Ulama Rakus Terhadap Dunia

ulama rakus terhadap dunia

Ketika Ulama Rakus Terhadap Dunia

Sahabat, semestinya orang-orang yang Allah berikan ilmu, terutama ilmu agama padanya, semakin merindukan akhirat dan memahami dunia sebagai tempat ujian semata.

Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit ulama yang terjebak gemerlapnya harta dan kekuasaan, sehingga kerakusannya terhadap dunia membuatnya berani menjadikan agama sebagai barang komoditas yang diperjualbelikan pada penguasa.

Al-Ghazali membedakan dua macam ulama: ulama dunia dan ulama akhirat. Yang pertama adalah ulama buruk –ulama su’? menggunakan ilmunya untuk bersenang-senang dengan dunia atau untuk memperoleh kedudukan dan posisi. Yang kedua, ulama yang dimuliakan Islam.

Mengenai hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

Celakalah bagi ummatku dari ulama buruk yang menjadikan agama ini sebagai komoditas, yang mereka jual pada para penguasa mereka di zamannya demi meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri. Allah pasti tidak akan menjadikan bisnis mereka memperoleh keuntungan,“ (HR. Hakim)

Apakah yang biasa dilakukan oleh ulama yang memiliki ketamakan terhadap dunia?

1. Menjadi Budak Uang

Tidak sedikit ulama yang berlebihan dalam mencari uang dari dakwah yang dilakukannya, sehingga syahwat menguasainya dan ia masuk dalam golongan budak uang.

Celaka budak dinar, budak dirham, dan budak khamishah (suatu jenis pakaian). Apabila diberi dia ridha dan bila tidak diberi dia murka,” (HR. Al-Bukhari no. 2887 dari Abu Hurairah)

Ibnu Hajar berkata: “Budak dinar adalah orang yang mencarinya dengan semangat tinggi. (Bila mendapatkannya), dia menjaganya seolah-olah dia menjadi khadim, pembantu, dan budak. Ath-Thibi berkata: ‘Dikhususkan kata budak untuk menggelarinya, karena dia berkubang dalam cinta kepada dunia serta segala bentuk syahwatnya, layaknya seorang tawanan yang tidak memiliki upaya untuk melepaskan dirinya. Rasulullah tidak mengatakan malik (pemilik), tidak pula orang yang menghimpun dinar,

karena yang tercela adalah mengumpulkan melebihi dari yang dibutuhkan,” (Fathul Bari, 18/249)

Jelas bahwa seorang ulama yang ‘menukar’ ilmu dan fatwanya sekadar untuk harta dan kekuasaan, maka sesungguhnya ia lebih layak disebut sebagai budak dinar daripada ulama, ustad atau ustadzah.

2. Cinta Ketenaran

Allah membenci ulama yang hanya berbangga dengan ilmu yang dimiliki dan ingin menarik perhatian orang ramai terhadap kepintarannya, bukan untuk menyeru pada Allah.

Tak main-main, ancaman untuk para ulama yang sekadar membanggakan ilmunya adalah neraka.

“Janganlah kamu mempelajari ilmu supaya kamu dapat saling berbangga dengan sesama orang berilmu dan supaya orang-orang bodoh bertengkar serta supaya menarik perhatian orang ramai  kepadamu. Barangsiapa yang berbuat seperti itu, ia berada di neraka.” (HR. Ibnu Majah)

Maka, amat penting para ulama mengingat adanya amanah dari ilmu yang Allah titipkan pada mereka, yakni untuk disampaikan agar mayarakat makin mendekat pada Allah, bukan sekadar untuk berbangga diri dengan ilmu yang dimilikinya.

Baca: Ini Bahaya dari Sedekah Pencitraan

3. Menyembunyikan kebenaran untuk menguntungkan penguasa

Ada pula ulama yang memutar balikkan ayat-ayat Allah dan menukarnya dengan harga rendah untuk memberi keuntungan pada penguasa.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat serta tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS. Al-Baqarah: 174)

Sahabat, semoga Allah melindungi kita dari para ulama yang memiliki ketamakan terhadap dunia. Semoga Allah melimpahi keberkahan pada bangsa ini dengan menumbuhsuburkan ulama-ulama yang menyeru pada kebenaran dan bukan sekadar cinta pada ketenaran. (SH)

 

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa