Skip to content

5 Kisah Perempuan dan Ibunda Dermawan di Zaman Rasulullah

Kisah perempuan cerdas dan dermawan di zaman Rasulullah

Sejak zaman nabi, perempuan memiliki peran penting dalam sejarah dunia, politik, hadist, hingga perdagangan. Kendati demikian, kisah para perempuan cerdas nan dermawan di zaman Rasulullah masih kurang diketahui oleh khalayak luas. Inilah 5 kisah para perempuan tangguh untuk menjadi inspirasi sukses di dunia dan akhirat!

1. Khadijah binti Khuwailid 

Khadijah binti Khuwailid, kisah perempuan cerdas dan dermawan di zaman nabi

Ialah Khadijah binti Khuwailid, seorang pedagang mahsyur yang terkenal karena kearifan dan kebijaksanannya. Perempuan kelahiran 555 M dan berdarah Quraisy adalah sosok mandiri, cerdas, dan dermawan. Para masyarakat Quraisy menyebut beliau sebagai tokoh masyarakat yang paling dihormati.

Ia merupakan istri pertama dan abadi dari Rasulullah SAW sekaligus pemeluk Islam pertama. Sebelum menjadi suami dan era kenabian, Muhammad merupakan rekan bisnis sang saudagar Khadijah.

Saat menjalankan bisnis, Rasulullah ditemani budak bernama Maisarah. Omzet selalu melambung saat Muhammad berdagang hingga membuat Maisarah takjub. Tak hanya itu, ia selalu berdagang dari hati yang terlihat dari sikap beliau yang jujur, ramah, santun, baik hati, dan terpercaya.

Setelah pulang, Maisarah bercerita tentang harinya hingga karakter Rasulullah. Dari A sampai Z membuat Khadijah terpikat pada tutur dan akhlak Muhammad. Ia tidak hanya memandang baginda sebagai rekan kerja, akan tetapi juga sebagai pribadi manusia.

Baca juga: Kisah Nabi Muhammad SAW dari Lahir Sampai Wafat

Singkat cerita, Rasulullah dan Khadijah menikah dengan mahar dua puluh unta muda. Saat itu, Khadijah berusia 40 tahun dan Rasulullah berumur 25 tahun. Dari pernikahan dan rumah tangga yang penuh kedamaian, lahirlah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.

Khadijah setia menemani perjuangan Rasulullah selama 25 tahun.  Khadijah adalah orang pertama yang percaya kepada Allah dan Rasul beserta ajaran-Nya. Menjadi Nabi berarti harus siap dengan kesepian dan terpinggirkan karena tantangan yang ia hadapi untuk menuntun umat ke jalan yang benar.

Rasulullah merasa ringan bebannya karena di sampingnya ada pasangan pilihan Allah yang senantiasa memberikan dukungan materi, psikologis, dan kasih sayang untuk dakwahnya. Seperti, saat wahyu pertama turun tak disangka-sangka saat Rasulullah menyepi di Gua Hira.

Paman Khadijah, Waraqah bin Naufal memberi tahu keponakannya kalau suaminya sedang menghadapi risalah kenabian. Rasulullah minta tolong untuk diselimuti, lantas Khadijah dengan sigap menyelimutinya hingga hilang perasaan takutnya. Beliau menumpahkan semua keluh kesahnya hingga berkata,

“aku khawatir kepada diriku,” ujar Rasulullah.

Dukungannya terhadap dakwah Nabi Muhammad mendapatkan tempat spesial di hatinya. Saat 3 tahun masa kenabian, Khadijah meninggal dunia dan meninggalkan duka mendalam. Hati Nabi Muhammad mencelos hingga Allah menghiburnya dengan peristiwa Isra Miraj.

2. Aisyah binti Abu Bakar

Aisyah binti Abu Bakar, perempuan cerdas dan demawan

Ini adalah kisah perempuan di zaman Rasulullah yang tak lekang oleh waktu dari Aisyah binti Abu Bakar. Setiap kali sahabat nabi dan perempuan berdiskusi dengan Aisyah, maka obrolannya mampu memperluas khazanah orang lain. Ingatannya kuat, peduli, dan kritis terhadap masalah sosial pada masanya.

Baca juga: Inilah 8 Fakta Sejarah Singkat Wakaf yang Jarang Diketahui

Aisyah berusia 18 tahun ketika Rasulullah meninggal dunia. Di sisi lain, mengutip dari Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry (1991) oleh Fatima Mernissi, Aisyah pernah menjadi pemimpin pasukan pada Perang Jamal saat berusia 42 tahun. Meskipun begitu, ia merasa sedih karena peperangan tersebut memakan banyak korban dan perpecahan.

Perempuan yang memiliki julukan Al-Humairah tersebut adalah perawi hadits unggul. Ia menghabiskan sisa hidupnya untuk belajar dan mengajar hadits. Hingga akhir hayatnya, ia berkontribusi menyumbang 242 hadits sebagai pusaka pengetahuan umat Islam.

3. Hafsah binti Umar

Hafsah binti Umar Penghafal dan Penjaga Al Quran Perempuan Pertama

Hafsah binti Umar adalah putri dari Umar bin Khattab. Kisah dirinya sebagai perempuan di zaman Rasulullah populer berkat kepiawaian Hafsah menghafal dan menjaga Al Quran. Ia memiliki nama lengkap Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf’al bin Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay. Ia lahir dan tumbuh dari suku Arab Adawiyah.

Sebelum Umar bin Khattab mengenal Islam, ia merasa malu ketika Hafshah lahir karena terdapat mitos saat Arab jahiliyah bahwa anak perempuan adalah aib. Setelah masuk Islam, Umar bangga kepada anaknya yang menjadi penghafal Al Quran.

Baca juga: Hukum Wakaf untuk Orang yang Telah Meninggal, Begini Hukumnya

Berkat kasih sayangnya, Hafshah binti Umar tumbuh menjadi sosok yang kuat seperti ayahnya. Selain itu, ia memiliki kepribadian yang baik dan ucapan yang tegas.

Kecakapan Hafsah dalam menghafal Al Quran diteliti oleh sejarawan, seperti Ruqayya Y. Khan dalam jurnalnya berjudul Did a Woman Edit the Qur’an? Hafsa’s Famed Codex. Khan menjelaskan bahwa Hafsah binti Umar kemungkinan menjadi perempuan pertama yang menyimpan ayat-ayat Al Quran dalam bentuk teks tertulis.

Hafsah belajar Al Quran serta cara menulis ayat yang baik dan benar dari Rasulullah SAW. Ia menjadi sosok yang istimewa karena satu-satunya penghafal yang menulis ayat di bawah pengawasan langsung Nabi Muhammad. Maka dari itu, ayahnya, Umar bin Khattab menyebut anaknya sebagai penghafal Al Quran karena ia sendiri mencari Hafshah ketika terdapat perbedaan tafsir Al Quran.

Melansir dari Medievalists.net, sampai saat ini, para penghafal Al Quran lebih banyak berfokus kepada laki-laki. Di sisi lain, beberapa sejawaran menunjukkan bahwa perempuan juga berperan penting dalam kebangkitan agama Islam di tanah Arab, seperti Hafshah binti Umar. Ia adalah perempuan terpelajar yang vokal menjaga ayat Al Quran sebelum ditulis ulang di era khalifah Utsman bin Affan.

4. Fatimah binti Muhammad

Fatimah binti Muhammad, perempuan cerdas dan dermawan di zaman nabi

Inilah kisah Fatimah Az-Zahra, putri dari Siti Khadijah dan Nabi Muhammad, tentang kesederhanaan, tawaduk, wara, bersahaja, dan bersabar dalam kesulitan. Kehidupan yang keras sejak belia membuatnya menjadi pribadi yang tegar. Di awal kenabian Nabi Muhammad, ia dan keluarganya menerima perundungan dari kafir Quraisy. Lalu, ibunda Khadijah wafat di saat ia masih balita.

Baca juga: 6 Kisah Teladan Utsman bin Affan Sebagai Sosok Ideal

Meskipun ditempa dengan kenyataan, Rasulullah sebagai ayah membimbing Fatimah dengan cinta dan kasih sayang. Dengan begitu, Fatimah pun memiliki sifat bersahaja, dermawan, dan tidak pendendam. Ia pernah memberi sedekah kepada musafir berupa kalung hadiah pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib. Musafir tersebut telah kehabisan bekal makanan dan hartanya.

Fatimah memiliki julukan Az-Zahra yang artinya wajah yang bersinar. Karena ketaatannya yang ia praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah menjanjikan Fatimah Az Zahra akan masuk surga.

“Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah.” (HR Muslim).

5. Nusaibah binti Ka’ab al-Mazneya

Nusaibah binti Kaab, dokter di Perang Uhud

Nusaibah, ialah ibunda yang dikenal sebagai tim medis di Perang Uhud. Ia adalah sang perisai Rasulullah yang berani dan sigap melindungi Rasulullah dari musuh di medan perang.

Sebagai tim medis, ia berkewajiban untuk memasok air dan mengobati pasukan muslim yang terluka. Saat para pemanah menembakkan anak panah dari atas bukit, Rasulullah kewalahan menangkis sendirian. Sekejap, Nusaibah dan lainnya membentuk pertahanan untuk melindungi beliau.

Baca juga: 5 Rumah Sakit di Dunia Berasal dari Wakaf, Yuk Lihat!

Meskipun ia mengalami luka-luka di sekujur tubuh, semangatnya terus membara. Keberaniannya membuat Rasulullah takjub hingga mendoakan ia dan anaknya, Abdullah, kelak menjadi sahabatnya di surga.

Selain Uhud, masih ada peperangan lain yang ia ikuti bersama suami dan putra-putranya, seperti Khaibar, Hunain, dan Yamamah.

Itulah kisah perempuan bersahaja di zaman Rasulullah yang dapat memberikan inspirasi untuk umat Islam. Mari, dukung terus pemberdayaan yang progresif untuk kehidupan perempuan yang lebih baik dengan patungan wakaf untuk Ibu. Wah, apa itu?

Ibu, kedudukannya mulia nan penuh kasih sayang

Menjadi ibu tidaklah mudah. Proses mengandung, melahirkan, hingga menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya seringkali menguras emosi, tenaga, dan waktu karena menjadi ibu merupakan tugas seumur hidup. Saking susahnya menjadi ibu, Rasulullah menyebutnya berkali-kali untuk memuliakan dan memprioritaskan ibu.

Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:

يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ

Artinya: “wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya.” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).

Multitasking seorang perempuan saat menjadi ibu mendapatkan kedudukan mulia, hingga disebut sebanyak 3 kali oleh Rasulullah. Kisah inspiratif seperti Siti Khadijah hingga Nusaibah menjadi panutan untuk perempuan muslim dalam menyeimbangkan tugas rumah dan di luar urusan rumah tangga.

Baca juga: Asal Usul Masjid Nabawi sebagai Wakaf Pertama Rasulullah

Meskipun begitu, seringkali multitasking yang dilakukan ibu untuk membesarkan anak dan mengurus keluarga membuat dirinya terlampau lelah. Saat kelelahan, sudah seharusnya keluarga menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk melepas penat, keluhan, dan gundah pada diri ibu.

Saling menolong, bersikap pengertian, serta berempati dapat meringankan hati ibu. Aksi baik dan nyata dari anak dan keluarga dapat membuat ibu senang.

Kadomu bahagiakan ibu

Sahabat, sudahkah Anda tahu apa love language ibumu? Mengenal love language ibumu dapat meningkatkan komunikasi dari hati ke hati, loh! Salah satu jenisnya dengan memberikan kado terbaik kepada sosok yang Anda cintai.

Ibu senantiasa membahagiakan anak dan keluarganya, kini giliranmu sebagai harapan ibu untuk membuatnya senang. Caranya dengan memberikan kado wakaf untuk ibu.

Kadomu mungkin tidak akan bisa menggantikan semua usaha ibumu selama ini, namun selalu ada cara mudah untuk membahagiakan orang terkasih seperti kisah di bawah ini.

 

Wakaf yang diatasnamakan ibumu, kemanfaatan wakaf tersebut InsyaAllah akan mengalirkan pahala terus menerus kepada ibu. Jangan tunda kado terbaik darimu, selagi mereka masih ada. Yuk, sahabat sama-sama kita hadiahkan kado terbaik untuk ibu dengan klik wakaf sekarang di sini atau di banner bawah, ya! 

(Tabung Wakaf Dompet Dhuafa/Halimatussyadiyah)

 

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa