“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Sahabat, sesungguhnya kita tak pernah benar-benar tahu apa yang baik dan buruk untuk hidup kita.
Sebagai contoh, peristiwa jatuhnya crane Masjidil Haram, mungkin di awal kejadian banyak yang menyesalkan mengapa bisa terjadi peristiwa yang menewaskan banyak jamaah haji tersebut, menuding hal itu sebagai kesalahan pihak ini dan itu, ngeri melihat banyaknya darah berceceran dan korban yang tewas di tempat, berbelasungkawa serta merasa sangat kasihan terhadap keluarga korban, dan lain sebagainya.
Beberapa hari berlalu, mulailah banyak terdengar kisah luar biasa yang kita dapatkan dari peristiwa tersebut, ternyata ada korban yang meninggal dalam kondisi sujud, ada pula yang dalam kondisi tersenyum, sungguh kondisi kematian yang didambakan siapa pun: Dalam keadaan beribadah haji, di tanah suci, kemungkinan besar dalam keadaan berwudhu, di hari terbaik pula… yakni hari Jumat.
Lalu, banyak yang awalnya merasa kasihan… Justru berbalik menjadi iri, ingin juga meninggal di tanah suci dalam kondisi terbaik seperti demikian.
Bahkan kemudian Raja Salman melengkapi kebenaran janji Allah bahwa beserta kesulitan ada kemudahan, dengan memberikan santunan pada seluruh korban, yang jumlah besarannya mencapai satu juta Riyal per orang atau sekitar 3,8 Milyar Rupiah. Termasuk memberi keistimewaan 2 anggota keluarga korban yang meninggal untuk berhaji tahun depan, Allaahuakbar!
Lihatlah betapa kita tak bisa menghakimi satu peristiwa sebagai hal baik atau buruk! Yang beruntung adalah orang yang bisa selalu menerima apapun ketetapan Allah untuknya.
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no.146)
Bukankah sudah banyak buktinya, orang-orang yang terkena PHK perusahaan, awalnya bersedih hati dan berputus asa, tapi kemudian justru bangkit melesat menjadi wirausahawan yang sukses!
Ada pula orang yang ketinggalan keberangkatan pesawat karena satu dan lain hal, awalnya merasa frustasi karena merasa rugi luar biasa, tapi kemudian malah terhenyak mendengar kabar pesawat yang seharusnya ia tumpangi tersebut terjatuh dan menewaskan seluruh penumpangnya.
Oleh karena itu, cobalah curiga bahwa segala keburukan dan kesialan yang kita lihat dalam hidup kita saat ini sebenarnya bukanlah hal buruk… Melainkan menyimpan rahasia kebaikan dahsyat di baliknya!
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451)
Ridha akan takdir baik dan buruk yang Allah berikan pada kita adalah kunci untuk membalik keterpurukan menjadi keberkahan luar biasa!
Sebaliknya, bagi yang merasa sedang mendapatkan takdir baik, memenangkan posisi sebagai wakil rakyat misalnya, atau mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi, bisa juga melesatnya popularitas!
Jangan dulu berbesar hati dan menganggap hal tersebut sebagai hal baik. Sangat mungkin Allah memberikannya sebagai awal musibah atau ada ujian besar di baliknya!
Tak terhitung lagi kisah mengenai orang-orang yang ketika mendapat jabatan dan harta melimpah, justru kehilangan hal-hal terpenting dalam hidupnya: keimanan, ibadah yang baik, kehangatan keluarga, ketenangan dan kewibawaan.
Maka sadarilah bahwa kita tak benar-benar tahu apa yang baik dan buruk untuk hidup kita, dengan demikian… Cara paling aman adalah dengan senantiasa menjadi hamba yang ikhlas, hamba yang ridha pada segala takdir baik dan takdir buruk yang Allah berikan.
“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaithan.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))
Mampukah kita untuk melakukannya? Wallaahualam. (SH)