“…..Sesungguhnya Pendengaran, Penglihatan, dan Hati, semua itu akan diminta pertanggungjawaban.” (QS Al-Isra : 36 )
Sahabat, sadarkah bahwa setiap kita membuat keputusan, maka sudah pasti memiliki konsekuensinya tersendiri?
Apapun keputusannya, konsekuensinya pasti ada 2, yakni ada yang kita sukai dan ada yang tidak. Namun demikian, kita harus menanggung semua konsekuensi tersebut dan bertanggung jawab atasnya.
Misalnya, ketika seorang pria memutuskan untuk menikah, maka konsekuensinya adalah ia harus rela sebagian kebebasannya bermain bersama teman-temannya terenggut untuk istri dan anaknya, ia juga harus menafkahi tanggungan-tanggungannya tersebut.
Berbeda dengan konsekuensi yang harus dipikul oleh seorang pria yang memutuskan untuk tidak menikah, meskipun ia tak perlu takut kebebasannya bermain dengan teman-temannya terenggut, dan ia pun tak perlu menafkahi anak orang lain, namun konsekuensinya ia beresiko tinggi terjebak dalam perzinaan disebabkan hasrat biologisnya tak bisa tersalurkan pada pasangan yang halal. Ia juga harus menanggung konsekuensi terkena penyakit kelamin menular akibat gaya hidup freesex. Konsekuensi lainnya adalah ia akan menjadi tua dalam keadaan seorang diri tanpa ada yang mengurusi apalagi mewarisi segala sifat dan harta yang ia miliki.
Jika pria tersebut akhirnya menikah namun tak bersedia memberi uang nafkah untuk istrinya, serta lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya, maka bisa dikatakan ia adalah pria yang tidak bertanggungjawab. Ia hanya menginginkan konsekuensi yang ia sukai saja serta menafikan konsekuensi yang tidak disukainya.
Sahabat, karena setiap keputusan akan melahirkan konsekuensi-konsekuensi, maka tak heran jika di akhirat kelak Allah akan menggelar pengadilan atas segala keputusan yang kita buat dan jalankan. Ia akan memeriksa apakah kita menanggung segala konsekuensi dari keputusan yang kita ambil, ataukah kita termasuk orang yang tak bertanggungjawab?
Karena sebagai seorang muslim yang menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, kalimat syahadat itu sendiri pun telah melahirkan konsekuensi tersendiri yang perlu kita jalankan.
Hasan Al Bashri mengungkapkan, “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, lalu menunaikan hak dan kewajibannya (konsekuensinya), pasti akan masuk surga.“
Apa sajakah yang menjadi konsekuensi dari syahadat yang kita ucapkan?
1. Tidak menyekutukan Allah dengan apapun juga
Ini adalah aturan paling utama yang tidak boleh dilanggar, yakni tidak menduakan Allah dengan apapun, atau siapapun. Termasuk tidak meminta pada selainNya!
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ada pun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah, dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al Baqarah: 165)
Jangan mengira yang disebut ‘berhala’ hanyalah berupa patung-patung sembahan, saat ini berhala bisa berwujud manusia yakni pasangan hidup kita, orangtua, harta kekayaan, dan lainnya yang lebih kita cintai dan utamakan dibandingkan Allah.
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah: 24)
2. Menjalankan perintah Allah dan RasulNya serta menjauhi laranganNya
Sama seperti seseorang yang memutuskan bergabung dalam sebuah perusahaan dan bekerja di sana, tentu saja ada perintah dan larangan serta aturan-aturan yang wajib ditaati dalam perusahaan tersebut. Maka, ketika seseorang bersyahadat dan menjadi seorang muslim namun mengabaikan perintah dan larangan Allah, bukankah mirip seperti seorang pegawai yang tidak pernah menyelesaikan pekerjaan namun meminta gaji?
Yang luar biasa, Allah dan RasulNya tidak pernah memaksakan kita mengerjakan sesuatu melainkan sesuai kadar kesanggupan saja. Jauh berbeda dengan perusahaan yang sering kali menyuruh pegawainya mengerjakan lebih dari kemampuan mereka sendiri.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” (HR. Bukhari Muslim)
Sahabat, semoga kita senantiasa menyadari bahwa dalam hidup ini selalu ada konsekuensi. Ketika kita memilih Islam sebagai jalan hidup, sudahkah kita menjalankan segala konsekuensinya? Kalaupun kita berpaling dari Islam, tetap ada konsekuensi yang harus kita jalankan. Maka, mari bertanggungjawab dengan menjalankan segala konsekuensi sebagai muslim! (SH)