Skip to content

Logika Sedekah

logika sedekahSahabat, syukurlah Islam bukan agama yang semata-mata disandarkan pada logika dan nalar manusia. Sehingga banyak ajarannya yang tidak menggunakan logika manusia, melainkan logika dan perhitungan Allah yang menjangkau lebih luas dan tak terbatas.

Seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah sepatu lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas sepatunya.” (HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini)

Termasuklah bersedekah. Jika memakai logika manusia, uang yang dikeluarkan apalagi untuk orang lain tentu saja akan menghabiskan harta yang kita miliki. Akan tetapi faktanya logika itu tak berlaku, justru Rasulullah menyampaikan bahwa harta tak akan berkurang karena sedekah.

Harta itu tidak akan kurang dengan disedekahkan.” (HR. Muslim)

Lebih tak masuk akal lagi mengenai sedekah, ternyata Allah akan memelihara atau mengembangbiakkan sedekah yang kita keluarkan, meski hanya sesuap nasi atau sebutir kurma, berubah menjadi sebesar gunung.

“Sesungguhnya sedekah seseorang walau hanya sesuap, akan dikembangbiakkan oleh-Nya seperti gunung, maka bersedekahlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu tak ada alasan untuk tidak bersedekah hanya karena kekurangan harta, ada kok orang yang bersedekah dengan roti yang dimilikinya, karena inti sedekah adalah kepedulian pada orang lain dan melenyapkan hawa nafsu pribadi.

Tidaklah seorang yang bersedekah dengan harta yang baik, Allah tidak menerima kecuali yang baik, kecuali (Allah) Yang Maha Pengasih akan menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekah itu berupa sebuah kurma, maka di tangan Allah yang Maha Pengasih, sedekah itu akan bertambah sampai menjadi lebih besar dari gunung, sebagaimana seseorang di antara kalian membesarkan anak kudanya atau anak untanya.” (Shahih Muslim No.1684)

Logika sedekah lainnya yang mungkin membuat beberapa dahi berkerut karena heran, adalah mengenai sedekah yang paling utama. Jika dikatakan sedekah terbaik, kebanyakan orang akan berpikir memberi sebagian harta untuk orang miskin dan kaum dhuafa, nyatanya tidak demikian juga:

Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim)

Ternyata sedekah pada anak dan istri, yakni dengan memberi mereka makan, pakaian, tempat tinggal, merupakan sedekah yang lebih utama. Maka sangat aneh jika ada orang yang berderma ke sana-sini, membantu korban bencana, memberi makan anak yatim, dan lain-lain, tapi justru meninggalkan keluarganya dalam kondisi kekurangan, kelaparan, dan kesusahan, itu berarti orang yang salah kaprah.

Selain itu, termasuk sedekah utama adalah memberi sebagian harta pada orang yang memusuhi kita, terutama dari kalangan kerabat atau keluarga sendiri.

“Sedekah yang paling utama ialah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR Muslim)

Bukankah secara logika terkesan ganjil? Orang yang memusuhi kok malah dikasih sedekah? Namun demikianlah logika Allah, dengan sedekah itulah kita berkesempatan kembali menyambung silaturahim pada kerabat yang membenci:

Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ no. 3858)

Selanjutnya, logika sedekah yang tak kalah anehnya adalah bersedekah di saat rezeki kita sempit. Bukankah kita berharap diberi sedekah oleh orang lain ketika rezeki sedang sulit? Tapi logika Allah menyatakan bahwa ketika sulit, kita justru semakin perlu bersedekah!

“Dan hendaklah orang yang disempitkan rezekinya bersedekah.” (Q.S. Ath-Talaq: 5)

Bagaimana cara bersedekah di saat tak ada sesuatu yang bisa disedekahkan?

Dari Abu Musa Al Asy’ariy RA berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap muslim harus bersedekah.”

Para sahabat bertanya: “Jika tidak memiliki sesuatu untuk bersedekah?”

Jawab Nabi: “Bekerja dengan tangannya, sehingga bermanfaat bagi dirinya dan bersedekah.”

Para sahabat bertanya lagi: “Jika tidak mampu atau tidak melakukannya?”

Jawab Nabi: “Membantu orang yang memerlukan yang mengharapkan bantuan.”

Para sahabat bertanya lagi: “Jika tidak mampu?”

Jawab Nabi: “Menyuruh yang baik –atau ma’ruf.”

Ada yang bertanya lagi: “Jika tidak mampu?”

Jawab Nabi: “Hendaklah menahan diri dari keburukan, karena sesungguhnya itu adalah shadaqah.”

Sungguh luar biasa, sedekah tak melulu soal uang dan harta, melainkan semua kebaikan yang kita lakukan.

Terakhir, kita sering memakai logika mengenai keliru atau tidaknya orang yang menerima pemberian kita. Padahal sedekah yang terpenting adalah niatnya, jika kita ikhlas tak perlu meributkan apakah sedekah kita salah tempat atau tidak.

Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang lelaki berkata: Sungguh aku akan mengeluarkan sedekah pada malam ini. Lalu ia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan seorang wanita pezina. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Tadi malam, seorang wanita pezina mendapatkan sedekah. Lelaki itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada wanita pezina). Aku akan bersedekah lagi.

Dia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan orang kaya. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada orang kaya. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada orang kaya). Aku akan bersedekah lagi.

Kemudian ia keluar membawa sedekah dan jatuh ke tangan pencuri. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada pencuri.

Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, sedekahku ternyata jatuh pada wanita pezina, pada orang kaya dan pada pencuri. Lalu ia didatangi (malaikat) dan dikatakan kepadanya: Sedekahmu benar-benar telah diterima.

Boleh jadi wanita pezina itu akan menghentikan perbuatan zinanya, karena sedekahmu, orang kaya dapat mengambil pelajaran dan mau memberikan sebagian apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Dan mungkin saja si pencuri menghentikan perbuatan mencurinya, karena sedekahmu. (Shahih Muslim No.1698)

Mudah-mudahan Allah senantiasa memudahkan kita untuk bersedekah tanpa takut dan ragu. Wallaahualam. (SH)

 

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa