“Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Sahabat, pernahkah mempertanyakan mengapa jika kita bersyukur Allah akan menambah nikmatNya? Apa yang membuat Allah menjanjikan nikmat lebih besar pada orang-orang yang pandai bersyukur?
Sebenarnya jawabannya amat sederhana, kita bisa mengibaratkannya dengan diri sendiri. Bukankah hal ini sama seperti ketika kita memberi sesuatu pada orang lain?
Bayangkanlah kita memberi uang pada dua orang yang berbeda, masing-masing sebesar satu juta Rupiah.
Orang pertama menerima uang tersebut dengan ekspresi datar, mulut manyun, dan tidak berkata apapun. Dari wajahnya bisa tergurat bahwa ia sebenarnya berharap mendapat lebih besar daripada yang diberikan.
Sementara itu, orang kedua menerima uang dengan jumlah sama, namun ekspresi yang berbeda. Ia terlihat gembira menerima pemberian kita, tersenyum lebar, dan mengucap “Terimakasih” dengan terharu. Tampak bahwa ia amat senang menerima uang tersebut.
Kira-kira jika kita ingin berinfak lagi di lain waktu, siapakah yang akan kita beri lagi? Orang pertama atau orang kedua?
Kecenderungan kita tentu saja akan lebih suka memberi bantuan pada orang yang tahu berterimakasih bukan? Sangat lega rasanya jika apa yang kita berikan diterima dengan ungkapan suka cita, seolah-olah menyatakan bahwa pemberian kita amat bermanfaat untuknya.
Sebaliknya, orang yang tidak berterimakasih ketika menerima bantuan, sebesar apapun jumlah yang kita berikan, tetap tidak akan mudah untuk membuatnya merasa gembira dan ingat untuk berterimakasih. Inilah ciri-ciri orang yang kufur nikmat!
Lalu bagaimana dengan diri kita? Apakah sikap kita sudah menunjukkan rasa syukur terhadap apa yang Allah berikan? Ataukah tanpa disadari kita telah menunjukkan sikap kufur alias ingkar terhadap nikmat dariNya?
Misalnya, ketika bercermin, apakah kita bersyukur karena Allah telah jadikan kita makhluk yang sempurna, dengan lima panca indera yang lengkap, ataukah kita cemberut karena melihat lipatan lemak di bawah dagu dan perut?
Atau, ketika kita menerima gaji bulanan di rekening tabungan, apakah senantiasa kita awali dengan mengucap syukur ataukah justru cemberut karena nominal gaji tak kunjung naik sementara kebutuhan hidup semakin mencekik?
Contoh lainnya, ketika kita pulang ke rumah setelah seharian lelah bekerja, apakah kita akan tersenyum melihat istri dan anak yang sehat menyambut kepulangan, ataukah kita komplain karena ruangan yang berantakan dan lantai kotor yang belum dibersihkan?
Sahabat, jelas bahwa bersyukur itu sungguh sederhana, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat selalu melihat segala sisi positif dari apa yang Allah berikan dalam hidup ini. Ibarat fotografer, seburuk apapun objek yang akan difoto, ia akan mencari angle terbaik untuk ditonjolkan dan menjadikan fotonya tampak memiliki daya tarik. Maka demikianlah seharusnya kita bersikap.
Mencari segala hal terbaik yang Allah berikan sehingga kita senantiasa ingat untuk bersyukur. Dan kepada mereka yang bersyukur, Allah tak mungkin lupa untuk menepati janjiNya. (SH)