“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” ( HR. Thabrani dan Daruquthni)
Sahabat, ternyata salah satu ciri seorang mukmin yang amat nyata adalah senantiasa menghitung manfaat dirinya bagi umat.
Bagaimana tidak, bukankah orang-orang yang beriman pada Allah pasti ingin berlomba-lomba menjadi manusia terbaik di hadapanNya? Nah, parameter yang diberikan oleh Rasulullah mengenai manusia terbaik adalah mengenai seberapa besar kemanfaatan dirinya bagi orang lain.
Oleh sebab itu, tidak wajar jika seseorang menyatakan dirinya beriman namun tak peduli seberapa banyak ia telah memberi manfaat untuk umat Islam, bahkan cenderung meminta manfaat dari orang lain untuk kepentingan dirinya. Na’udzubillah. Semoga kita terjauh dari sifat yang demikian.
Lalu, bagaimana cara menghitung seberapa besar manfaat diri kita untuk orang lain? Seberapa baikkah nilai kita di mata Allah? Berikut ini beberapa faktor yang mungkin bisa membantu kita dalam mengintrospeksi diri:
1. Ukurlah seberapa besar manfaat yang kita berikan untuk diri sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungan kita, yakni keluarga dan kerabat dekat
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)
Jelas bahwa sebelum memberi manfaat untuk orang lain secara luas, kita terlebih dahulu dituntut untuk menjaga diri sendiri dan keluarga terdekat dari api neraka!
Amatlah mengerikan jika kita abai terhadap hak keluarga untuk diperhatikan, didakwahi, dinafkahi, dan diperlakukan dengan baik. Betapa banyak orang yang bermanfaat untuk perusahaan tempatnya bekerja, bermanfaat besar untuk ribuan jamaah pengajiannya, tapi nyatanya ia abai terhadap hak-hak keluarga dekat yang menjadi tanggungannya.
Sahabat, mari perhitungkan seberapa besarkah manfaat kita untuk pasangan hidup? Apakah kita telah membantunya menjadi manusia yang lebih baik, lebih sabar, lebih taqwa, ataukah kita justru menyakiti dan menyia-nyiakannya karena terlampau sibuk mengurus yang lain?
Seberapa besar manfaat yang kita berikan untuk anak-anak yang diamanahi Allah pada kita? Adakah kita menggantikan perhatian dan kewajiban mendidik mereka menjadi uang dan fasilitas mewah semata?
Semoga kita selalu menyadari pentingnya memberi manfaat untuk orang terdekat.
2. Menghitung seberapa besar manfaat kita untuk tetangga/ lingkungan terdekat
Sahabat, apakah kita senantiasa merasa kenyang dan berkelebihan sementara mengetahui tetangga kita kelaparan serta memiliki banyak tanggungan namun kita enggan membantunya?
Adakah kita sering berseteru dan bersaing dengan tetangga hanya karena urusan duniawi? Sadarkah kita bahwa tetangga merupakan orang yang wajib kita perlakukan dengan baik, perlu kita santuni dan dilarang menyakiti atau mengganggunnya dengan lisan maupun perbuatan.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya…” (HR. Bukhari Muslim dan Ibnu Majah)
Lalu, seberapa besar manfaat yang telah kita berikan untuk tetangga sekitar? Jikalau pun tidak ada, minimal kita bukanlah orang yang terkenal buruk perangai terhadap tetangga. Bersikap ramah dan bergaullah dengan baik pada tetangga, karena mereka bisa menjadi sebab kita dinyatakan beriman pada Allah ataupun tidak.
3. Menghitung manfaat diri kita terhadap amanah yang kita pikul
Sahabat, sesungguhnya pekerjaan di kantor bukanlah sekadar keperluan mengisi perut, melainkan amanah yang perlu dipertanggungjawabkan. Lalu sudahkah kita menghitung seberapa besar manfaat diri kita untuk perusahaan yang telah memberi amanah dan kepercayaan pada diri kita?
Adakah kita bekerja hanya sepenuh gaji, atau bisa berkontribusi sepenuh hati dengan memancang niat bekerja sebagai salah satu bentuk jihad/ kesungguhan?
Betapa banyak orang yang bekerja dengan memikirkan imbalan upah duniawi semata, tanpa menyadari bahwa sebagian besar waktu hidup dihabiskan di kantor, tentu amat disayangkan jika pekerjaan kita tak memiliki nilai untuk kehidupan akhirat kelak.
Dapatkan pekerjaan halal dan berkontribusilah lebih terhadap amanah yang diberikan, minimal tidak mengerjakan tugas dengan asal jadi dan tanpa tanggungjawab sebagaimana banyak orang yang justru merasa senang jika memakan gaji buta.
Semakin besar manfaat yang kita berikan untuk amanah yang sedang kita pikul, in syaa Allah semakin besar nilai diri kita di hadapan Allah.
4. Menghitung manfaat diri untuk Umat Islam keseluruhan
Sahabat, minimal sekali adakah kita perhatian terhadap masalah umat? Seberapa sering kita mendoakan kebaikan untuk umat Islam seluruh dunia? Apa sajakah hal yang telah kita lakukan untuk memberi kontribusi pada umat dan dien ini?
Jika kita sungguh-sungguh beriman pada Allah, tentu kita akan merasa sedih jika eksistensi diri kita di alam semesta ini tak mampu memberi setitik pun solusi atau kebaikan bagi umat Nabi Muhammad.
Selalulah merasa kurang kontribusi, kurang memberi manfaat untuk umat, sehingga kita senantiasa merasa tak puas dan harus terus menambah amalan kebaikan untuk memperbaiki kondisi umat Islam, bahkan dengan hal terkecil serta dalam lingkup terbatas sekalipun.
Sahabat, mudah-mudahan Allah menjadikan kita orang-orang yang sibuk menghitung manfaat diri, dan bukannya disibukkan dengan menuntut hak diri dari orang lain. Semoga Allah memberi kita semangat untuk berlomba-lomba menjadi manusia terbaik di hadapanNya. (SH)