Sahabat, sesungguhnya sedekah jariyah yang pahalanya akan terus mengalir bahkan meskipun orang yang menyedekahkannya telah meninggal dunia adalah sedekah dalam bentuk wakaf.
Berbeda dengan sedekah biasa, wakaf biasanya berupa benda yang dapat diambil manfaatnya untuk umat, dan manfaat ini bersifat terus-menerus, tak hanya sekali pakai. Misalnya wakaf tanah, bangunan, sumber air, kebun, dan lain sebagainya yang manfaatnya bisa diperoleh berkali-kali untuk banyak orang.
Mari kita lihat dan tiru apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah dalam berstrategi mencuri perhatian Allah dan RasulNya melalui wakaf:
1. Wakaf tanah oleh Umar bin Khattab
Pada suatu saat Umar bin Khattab
memperoleh sebidang tanah di Khaibar. Lantas ia mendatangi Rasulullah dan berkata: “Aku telah mendapatkan sebidang tanah yang berharga, maka apa yang akan Engkau perintahkan kepadaku?”
Rasulullah menjawab, “Jika engkau menghendaki, wakafkanlah tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan sedekahkan hasilnya.”
Atau dalam riwayat lainnya, Rasulullah bersabda, “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan.
Ibnu Umar berkata, ‘Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi yang mengelola (nadzir) wakaf, makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.’” (HR. Muslim)
Ketika mendapat tanah yang berharga, alih-alih menjual hasil panennya dan menerima banyak kekayaan dari tanah tersebut, Umar bin Khattab justru menjadikan tanah itu sebagai senjata untuk mendapat ridho Allah dan RasulNya.
2. Wakaf kecintaan Abu Thalhah
Apa yang biasa kita lakukan terhadap harta yang paling dicintai? Kebanyakan orang tentu akan menjaganya dengan baik, jangan sampai terlepas dari genggaman, atau menjadikannya koleksi yang berharga. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh Abu Thalhah.
“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Begitu Abu Thalhah mendengar ayat ini, ia langsung menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Ya Rasulullah, Allah berfirman, ‘Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian cintai’. Sementara harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Ini saya sedekahkan untuk Allah. Saya berharap dapat pahala dan menjadi simpananku di sisi Allah. Silahkan manfaatkan untuk kemaslahatan umat!”
Bairuha, bisa juga dibaca Biraha, merupakan kebun yang berada di depan masjid nabawi. Abu Thalhah tentu saja amat menyukainya dikarenakan kebun ini begitu berharga.
Namun justru karena kecintaannya pada kebun inilah yang membuatnya tanpa ragu mewakafkannya. Karena ia lebih memilih cinta Allah dan RasulNya daripada sekadar kebun yang berharga.
3. Wakaf sumur oleh Utsman bin Affan
Kisah wakaf paling fenomenal selanjutnya di zaman Rasulullah adalah wakaf yang dilakukan oleh Utsman bin Affan.
Saat itu Madinah dilanda kekeringan luar biasa, dan masyarakat harus rela membayar mahal air dari sumur seorang Yahudi. Atas dasar kepedulian dan keprihatinan pada umatnya, Rasulullah pun memberikan tantangan pada para sahabatnya.
“Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala.” (HR. Muslim)
Tak menunggu lama, Utsman dengan kecerdikan dan harta yang dimilikinya segera membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk masyarakat sekitar.
Yang luar biasa, hasil wakaf sumur ini sampai saat ini masih terus ada bahkan makin beranak-pinak menghasilkan manfaat yang lebih besar untuk masyarakat dari hari ke hari.
Inilah wakaf dahsyat Utsman bin Affan yang memanfaatkan kondisi sulit dan kekeringan yang melanda Umat untuk kepentingan pribadinya kelak di akhirat. Dapatkah kita menirunya?
“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushhaf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya di waktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
Sahabat, semoga Allah memampukan kita untuk melakukan sedekah jariyah berupa wakaf yang tentu saja selain bernilai pahala yang tak putus-putusnya, juga dapat meneguhkan posisi kita di hadapan Allah sebagai hamba yang lebih memilih cintaNya daripada harta dunia. Wallaahualam. (SH)