Skip to content

Apa Arti Hukum Warisan Dalam Islam yang Jelas dan Lengkap?

Apa Arti Warisan Dalam Islam?

Pengertian dan Hukum Warisan Dalam Islam

Hukum warisan dalam Islam kerap menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Mengutip dari Muhammad Ali Ash-Shabuni, penulis Pembagian Waris Menurut Islam, kata waris berasal dari kata bahasa Arab Al-Miraats yang secara bahasa artinya perpindahan dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum ke kaum yang lain. Sementara, Al-Miraats secara makna memiliki arti berpindahnya hak kepemilikan harta dari orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya selama hidup, baik itu tangible atau intagible yang hak miliknya legal secara syar’i.

Dengan demikian, arti dari warisan adalah harta peninggalan atau barang pusaka yang ditinggalkan pemilik sebelumnya untuk diberikan kepada penerusnya yang berhak menjadi ahli waris. Sahabat harus hati-hati karena barang warisan rawan konflik, baik dengan keluarga, pihak ketiga, atau lembaga keuangan seperti perbankan. Untuk meminimalisirnya, maka komunikasi antara pewaris dan ahli waris jadi kunci agar pembagian harta dilakukan secara proporsional.

Bagaimana Cara Membagikan Harta Warisan?

Cara membagikan harta warisan dapat berdasarkan Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) dalam hukum kewarisan atau berdasarkan hukum warisan dalam Islam. Kali ini, tabungwakaf membahas dari segi apa pengertian hukum warisan dalam islam. Baca hingga tuntas, ya!

Pengertian Hukum Warisan Berdasarkan Umum dan Fiqih

Mengutip dari Buku Hukum Waris Dra. Amal Hayati, M.Hum, Rizki Muhammad Haris, S.H.I, Zuhdi Hasibuan, S.H.I, dan M. Syukri Albani Nasution (Ed.), hukum islam dirumuskan sebagai upaya dalam menerapkan peraturan berdasarkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, agama mengatur pembagian harta warisan kepada yang berhak supaya adil. Singkatnya, hukum kewarisan mengatur ketentuan pemindahan hak pemilikan harta peninggalan, penentuan yang berhak menjadi ahli waris, dan bagiannya masing-masing.

 

Baca juga: Kenalan dengan Wakaf Saham, Yuk? Dari Hukum Hingga Caranya Secara Syariat

 

Menurut pakar hukum waris, Soepomo, berdasarkan Buku Hukum Waris, memaparkan bahwa hukum waris pada umumnya mengatur proses meneruskan pemberian barang peninggalan dari generasi sebelumnya kepada generasi selanjutnya sebagai keturunan. Dalam hal tersebut, maka hukum warisan secara umum mencakup kaidah pemindahan barang dan hak-hak serta kewajiban orang yang telah wafat.

Sedangkan dalam Islam, ahli fiqih merumuskan keilmuan tentang warisan pada lingkup Ilmu Faraid atau ilmu mawaris. Orang yang mendalami ilmu warisan dan hukum warisan dalam islam disebut sebagai Faaridi, Fardii, Faraaidli, Firridl. Kata Faraidh sendiri adalah bentuk plural dari faridah yang artinya difardukan. Fardu menurut bahasa artinya kepastian. Lalu secara makna, ilmu Faraidh adalah kepastian bagian yang ditentukan untuk ahli waris.

Ilmu Faraidh memberi batasan bahwa harta warisan baru dibagikan kepada ahli waris saat pewaris meninggal dunia, bukan saat masih hidup. Pembagian harta saat pewaris masih hidup tidak dipandang sebagai kewarisan.

Hukum dan Dalil Warisan Dalam Islam

Hukum warisan dalam Islam berlandaskan ayat-ayat Al Quran dan hadits. Salah satu ayat tentang warisan tertera dalam surat An-nisa ayat 11 :

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Artinya:

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

(Annisa 4:11)

Hadits Imam Bukhari dan Imam Muslim Terkait Warisan

Lalu, perawi hadits seperti Imam Al Bukhari menghimpun kurang lebih 46 hadits tentang kewarisan, sementara Imam Muslim mengumpulkan kurang lebih 20 hadits. Dalil memaparkan bahwa orang muslim tidak berhak mewarisi orang kafir, begitupula sebaliknya. Hadits tentang warisan adalah sebagai berikut:

“Barang siapa yang meninggalkan suatu hak atau suatu harta, maka hak atau harta itu adalah untuk ahli warisnya setelah kematian”.

(Al Bukhari IV, 1319 H : 52)

Melansir dari Rumaysho, inilah salah satu rujukan dari perawi hadits Bukhari dan Muslim tentang warisan dalam Islam, yaitu:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

أَلْحِقُوا الفَرائِضَ بأَهْلِها، فَمَا أَبْقَتِ الفَرائِضُ فَلِأَوْلى رَجُلٍ ذَكَرٍ.

خَرَّجَهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Artinya:

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat dengan mayit.”

(HR. Bukhari, no. 6746 dan Muslim, no. 1615)

 

Itulah sekilas tentang pengertian dan hukum warisan dalam Islam berdasarkan fiqih. Agama tidak mengajarkan harta warisan menjadi perebutan hingga hubungan baik merenggang. Malah, akan lebih baik harta warisan digunakan di jalan kebaikan agar amalan orang yang telah wafat terus mengalir, seperti wakaf.

Dengan wakaf, harta warisan jadi amal jariyah bagi seseorang yang telah wafat, sekaligus bekal untuk ahli waris di akhirat. Yuk, berani berwakaf di Dompet Dhuafa, jemput keberkahan tiada batas di tautan ini.