Sahabat, apakah rezeki yang Allah titipkan pada diri kita merupakan rezeki yang barokah? Mungkin hati kita pun bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan rezeki barokah itu?
Kisah di masa Rasulullah berikut ini in syaa Allah bisa memberi kita makna dan hakikat rezeki barokah…
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam duduk di masjid dengan dikelilingi oleh para sahabat. Tiba-tiba datang seorang tua bangka dengan pakaian lusuh dan usang menghampiri mereka.
Rasulullah mendekati orangtua itu dan menanyakan keadaannya. Pria itu menjawab, “Wahai Rasulullah, sungguh aku adalah seorang fakir dan lapar, berikanlah aku makanan. Aku telanjang, berikanlah kepadaku pakaian. Aku hidup menderita, tolonglah aku!”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata, “Saat ini aku tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu). Akan tetapi, ada orang yang dapat menunjukkan kepadamu suatu kebaikan.”
Setelah berkata demikian, Rasulullah meminta orangtua itu untuk pergi menemui putrinya, Fathimah radhiyallahu ‘anha. Orangtua itu pun pergi ke rumah Fathimah dan sesampainya di sana ia menceritakan segala penderitaannya.
Fathimah merasa heran, “Sebenarnya saat ini aku pun tidak memiliki sesuatu yang dapat kuberikan kepadamu.”
Setelah berkata demikian, ia melepas kalung yang dihadiahkan oleh putri Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu dan memberikannya kepada pria tua itu seraya berkata: “Juallah kalung ini, insya-Allah engkau akan dapat memenuhi kebutuhanmu.”
Setelah mengambil kalung tersebut, pria tua itu pergi ke masjid dan menemui Rasulullah yang masih duduk bersama para sahabatnya. Pria tua itu berkata. “Wahai Rasulullah, Fathimah memberikan kalung ini kepadaku untuk dijual demi memenuhi segala kebutuhanku.”
Amar bin Yasir yang ada di sana bersama Rasulullah pun berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Anda mengizinkan kalung ini kubeli?”
“Siapa yang membelinya, semoga Allah tidak mengazabnya”, jawab Rasulullah singkat.
Amar bin Yasir bertanya kepada pria tua itu,“Berapa kamu mau menjualnya?”
“Aku akan menjualnya seharga roti dan daging yang dapat mengenyangkanku, pakaian yang dapat menutupi badanku dan 10 Dinar sebagai bekalku pulang menuju rumahku,” jawabnya pendek.
Amar bin Yasir berkata, “Kubeli kalung ini dengan harga 20 Dinar emas, makanan, pakaian dan kuda (sebagai tungganganmu pulang).”
Amar bin Yasir membawa pria tua itu ke rumahnya, lalu diberinya makan, pakaian, kuda dan 20 Dinar emas yang telah disepakatinya.
Ia pun mengharumkan kalung tersebut dengan minyak wangi dan membungkusnya dengan kain, ia berkata kepada budaknya,“Berikanlah bungkusan ini kepada Rasulullah, dan aku juga menghadiahkanmu kepada beliau.”
Rasulullah menerima kalung tersebut dari budak Amar bin Yasir dan kemudian menghadiahkan kalung sekaligus budak tersebut kepada Fathimah radhiyallahu ‘anha.
Budak itu pun menuju rumah Fathimah, sesampainya di sana Fathimah mengambil kalung tersebut dan berkata kepada budak itu, “Aku bebaskan engkau di jalan Allah.”
Budak itu kemudian tersenyum. Fathimah heran dan menanyakan mengapa ia tersenyum.
Budak itu menjawab: “Wahai putri Rasulullah, kalung ini yang membuatku tersenyum. Ia telah mengenyangkan orang yang kelaparan, memberikan pakaian kepada orang-orang yang tak berpakaian, menjadikan orang fakir menjadi kaya, memberikan tunggangan kepada orang yang tidak punya tunggangan, membebaskan seorang budak menjadi merdeka dan akhirnya ia kembali lagi kepada pemilik aslinya.”
Sahabat, jelaslah bahwa kalung milik Fathimah tersebut telah menunjukkan kebarokahannya. Kalung itu tak hanya mempercantik diri pemiliknya sendiri, tapi juga membawa manfaat besar untuk orang lain.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah rezeki yang kita miliki membawa barokah untuk diri kita, keluarga, maupun orang lain?
Betapa banyak orang yang memiliki mobil lebih dari satu, namun mobil tersebut hampir tak pernah dipergunakan keluar dari garasi.
Tak sedikit pula orang yang menyimpan emas dan berlian, namun barang mewah tersebut hanya teronggok di dalam lemari, nyaris tak memberi manfaat untuk orang lain.
Semoga kita mendapat hidayah Allah dan menjadikan segala harta yang kita miliki menjadi bernilai barokah, yakni tak hanya bermanfaat untuk diri dan keluarga kita saja tapi juga untuk orang lain. (SH)