Sembarangan dalam bersedekah, perlu sedekah yang benar agar tujuan sedekah sendiri bisa tercapai
“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi. Sedekah yang benar dapat mengantarkan seseorang pada tujuannya.
(Orang lain) yang tidak tahu menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta).
Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” [Q.S. al-Baqarah : 273]
Baca Juga: Contoh Sedekah Jariah dari Rakyat Aceh
Sahabat, banyak di antara kita yang masih ‘sembarangan’ dalam bersedekah, sehingga tujuan sedekah itu sendiri tak tercapai. Misalnya bersedekah pada pengemis di jalanan, bahkan pada peminta-minta yang memaksa, dan menjadikan sedekah tersebut sesuatu yang rutin dilakukan.
Bukankah salah satu harapan kita saat bersedekah adalah membantu orang tersebut dan membuatnya menjadi lebih mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa perlu meminta-minta pada orang lain?
Sedekah Membuat Seseorang Jadi Malas Bekerja?
Akan tetapi bagaimana jika sedekah yang kita berikan justru merusak mental orang tersebut sehingga merasa malas untuk mencari pekerjaan yang halal? Karena ternyata meminta-minta lebih mudah menghasilkan uang daripada bekerja banting tulang.
Faktanya, tidak sedikit pengemis yang memiliki penghasilan minimal 4 juta sebulan, bahkan ada yang lebih besar dari itu hingga mampu membeli mobil, namun tetap saja menjadikan meminta-minta sebagai profesi utama mereka.
Hal lebih parah terjadi pada anak-anak yang telah terbiasa meminta-minta, banyak di antara mereka yang enggan bersekolah atau mengenyam pendidikan lainnya karena sudah bisa menghasilkan uang secara instan di jalan.
Nyatanya, Allah dan RasulNya pun menyatakan bahwa yang dimaksud orang fakir bukanlah mereka yang meminta-minta pada orang lain, sekalipun tak dapat penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang fakir yang beriman akan tetap berusaha melakukan pekerjaan apapun selama itu halal.
“…kalau begitu apa yang dimaksud miskin itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Dia adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang bisa mencukupi kebutuhannya. Keadaannya tidak diketahui sehingga ada yang memberinya sedekah, sedangkan ia sama sekali tidak meminta-minta kepada orang lain.” (Muttafaq ‘alaih)
Bagaimana agar terhindar dari sedekah yang bersifat ‘sembarangan’ dan kurang tepat guna? Kita perlu menelaah lagi siapakah orang-orang yang paling utama menerima sedekah:
1. Bersedekah untuk keluarga dekat
Jabir r.a meriwayatkan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika salah seorang di antaramu miskin, hendaknya dimulai dengan dirinya. Dan jika dalam itu ada kelebihan, barulah diberikan untuk keluarganya. Lalu apabila ada kelebihan lagi, maka untuk kerabatnya,” atau sabdanya, “Untuk yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian apabila masih ada kelebihan, barulah untuk ini dan itu.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Baca Juga: Melepas Hasrat Dunia, Perbanyak Sedekah Jariyah
Bersedekah dengan keluarga terdekat yang memang membutuhkan justru lebih utama dibandingkan mendahulukan kepentingan orang lain. Cobalah lihat ke dalam keluarga kita, adakah yang memerlukan bantuan? Adakah yang terlilit utang atau sedang menghadapi musibah penyakit? Jika bukan kita sebagai keluarganya yang membantu, siapa lagi yang akan membantunya?
Jangan sampai keluarga terdekat kita terlilit utang riba karena kita menahan sedekah untuknya, dan malah lebih mendahulukan orang lain yang padahal belum tentu lebih membutuhkan darinya.
2. Bersedekah pada kerabat dekat yang membutuhkan
“Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ no. 3858)
3. Bersedekah pada anak yatim yang masih ada hubungan kekerabatan
“Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (QS. Al Balad: 11-16)
4. Bersedekah pada kerabat yang memendam permusuhan
“Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR. Ahmad dan Thabrani dalam al-Kabir, Shahihul Jami’ no. 1110)
5. Bersedekah pada tetangga dekat yang membutuhkan
“Bukanlah mukmin sejati, orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya, dan sanadnya dinilai hasan oleh Husain Salim Asad)
“Wahai Abu Dzar! Jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu.” (HR. Muslim)
Sahabat, jika beberapa prioritas di atas telah terpenuhi dan kita masih memiliki kelebihan harta yang mau disedekahkan atau bahkan diwakafkan, bisa mempercayakannya pada lembaga yang telah dikenal amanah dan transparan dalam menyalurkan dana masyarakat pada yang berhak.
Baca Juga: Pengertian Wakaf atau Sedekah Jariyah
In syaa Allah dengan mengetahui beberapa prioritas penerima sedekah ini, kita akan lebih mewaspadai perilaku ‘sembarangan’ dalam bersedekah.
Semoga sedekah yang kita nafkahkan bisa tepat guna dan menjadikan penerima sedekah lebih produktif dan bukannya memperburuk mental penerima karena terus-menerus mengandalkan belas kasihan orang lain, dan melupakan bahwa Allah lah seharusnya satu-satunya tempat kita bersandar dan meminta-minta. (SH)