Melihat ke Bawah
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata:
“Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku…,” (HR. Imam Ahmad, Thabrani)
Sahabat, sesering apakah kita melihat orang-orang yang posisinya lebih rendah dari diri kita, baik secara finansial, kesehatan, maupun hal lainnya?
Misalnya dalam bidang pekerjaan, jangan-jangan kita lebih sering mendongak ke atas, memandangi orang-orang dengan jabatan lebih tinggi, penghasilan lebih besar, fasilitas lebih banyak. Lalu merasa ingin berada di posisi mereka?
Atau dalam hal rumah tangga, barangkali kita lebih sering memandang iri pada pasangan suami istri yang terlihat kompak, mengumbar kemesraan di depan umum, memiliki banyak anak, dan tampak sangat bahagia dengan rumah dan kendaraan yang dimiliki.
Atau dalam bidang kesehatan dan kecantikan, apakah kita selalu melihat penuh kekaguman pada orang-orang dengan tampilan langsing, gigi putih bersih, mata sehat, tubuh tinggi jenjang?
Sahabat, mari kita belajar untuk sering-sering menatap ke bawah! Karena hal tersebut merupakan salah satu wasiat Rasulullah yang perlu diamalkan.
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu,” (HR Bukhari no. 6490)
Manfaat dari Sering Melihat ke Bawah
Rantai sebab akibat yang ditimbulkan dari sikap senantiasa ‘memandang ke bawah’ untuk kehidupan duniawi ini sungguh tak dapat diremehkan, diantaranya:
- Seseorang yang terbiasa memandang orang yang lebih rendah darinya dalam hal perolehan nikmat, maka akan menyadari bahwa apa yang dimilikinya adalah hal luar biasa.
- Hal ini menyebabkan ia bersyukur, salah satu cara mewujudkan kesyukurannya ia pun beramal, berbagi pada orang lain
- Beramal tersebut membuat harta yang dimilikinya bertambah barokah, dan memanggil rezeki lain untuk turut menghampirinya
- Dan karena sikap bersyukurnya tersebut ia juga mendapat tambahan nikmat dari Allah, berupa kesehatan, ketenangan hati, keharmonisan keluarga
- Tambahan nikmat tersebut menjadikannya makin bersyukur, makin sering bersedekah dan berbagi pada orang lain
- Sedekahnya makin melipatgandakan rezekinya dan kesyukurannya membuat Allah makin menambah nikmatNya
Terus demikian siklusnya, kebaikan berbuah kebaikan yang lebih banyak. Hal ini diawali dari kebiasaan ‘sepele’ yakni memandang orang-orang yang kondisinya di bawah diri kita.
Akan tetapi apa yang terjadi jika kita melakukan hal sebaliknya, yakni memandang ke atas? Ke arah orang-orang yang diberi nikmat duniawi lebih besar oleh Allah SWT?
Tentu yang terjadi adalah sebaliknya pula. Melihat orang yang nikmatnya lebih banyak menjadikan diri kita merasa kurang, perasaan kurang membuat kita enggan berbagi. Kebakhilan tersebut membuat rezeki tidak barokah, sebanyak apapun yang dimiliki selalu kurang. Dan ketidaksyukuran atas apa yang dipunya membuat Allah SWT menurunkan azab-Nya, berupa rasa haus yang tak terpuasi terhadap harta dan dunia.
Sahabat, meski terlihat remeh, namun biasakanlah diri untuk melihat ke bawah. Perbanyak menengok kaum dhuafa, lihat kebiasaan mereka sehari-hari yang bekerja tanpa alas kaki, disengat terik mentari. Lihat pula orang-orang yang cacat, juga orang-orang yang melawan penyakit kronis atau berbahaya, agar kita menyadari nikmat sehat yang kita dapatkan.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang pandai bersyukur. (SH)
Sumber: Dompet Dhuafa