Skip to content

Wakaf Sumur Menjadi Solusi Nyata Atasi Kekeringan di Pacitan

Tugardi, penerima manfaat wakaf sumur Pacitan
Tugardi, salah satu penerima manfaat wakaf sumur Pacitan. Foto: Dok. Tabung Wakaf Dompet Dhuafa

“Ya beginilah kondisi dusun kami. Keberadaan sumur wakaf ini sangat membantu warga di sini. Terima kasih mas,” Ucap Tugardi, pria lanjut usia (lansia) berusia sekitar 70 tahun saat ditemui Dompet Dhuafa pada Selasa (25/10/2022).

Tugardi tinggal di Dusun Ngasem, Desa Gembong, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Kediaman Tugardi begitu jauh dari pusat kota, bahkan butuh waktu sekitar satu jam lebih untuk sampai ke sana. Jalan yang dilalui juga berbatu, menanjak, dan tak jarang berlumpur bila usai hujan turun. Perjalanan itu juga tidak bisa ditempuh dengan mobil yang biasa melintasi ibu kota. Melainkan dengan mobil model Jeep yang telah dimodifikasi menyesuaikan medan yang dilalui.

Pria lansia yang akrab disapa Mbah Tugardi itu berjalan menggunakan tongkat dari kayu saat menyambut kedatangan Dompet Dhuafa. Lalu dia duduk di selasar surau seraya meletakkan tongkatnya dengan tangan bergetar. Maklum, usianya tidak lagi muda. Surau itu terletak bersebelahan dengan penampungan sumur wakaf yang diinisiasi oleh Dompet Dhuafa.

Pengeboran wakaf sumur di Pacitan

Mbah Tugardi bercerita, dulu sebelum ada sumur wakaf di daerah Pacitan, dia harus pergi ke sungai untuk mendapatkan air. Walau sudah berusia lanjut, tubuh Tugardi masih cukup tegap. Dengan tubuhnya itu dia menyusuri jalan menuju sungai untuk memperoleh air. Bagaimanapun juga air adalah kebutuhan dasar setiap makhluk hidup. “Mau tidak mau, saya harus ambil air ke sungai. Karena kita semua butuh itu”, ujar Tugardi sambil menatap lurus ke depan.

Dia mengatakan untuk memenuhi kebutuhan air dalam sehari, sedikitnya Tugardi harus bolak-balik 4 kali ke sungai terdekat dari tempat di mana dia tinggal. “Namun, tak jarang pas sampai di sana (sungai) airnya keruh dan berlumpur,” katanya penuh rasa kecewa.

Sejenak Tugardi mengusap dahinya dengan kulit yang sudah mengendur. Setiap garis di dahinya mengisyaratkan kehidupan yang penuh perjuangan. Sebab sedari dulu, untuk sampai di sungai, dia harus menempuh jarak sekitar 1-2 KM. Itu juga dengan medan yang menantang! Dan Mbah Tugardi melakukannya setiap hari.

Baca juga: 4 Keuntungan Wakaf yang Perlu Milenial dan Gen Z Tahu

Namun pria asli Dusun Ngasem itu tidak patah arang. Dia mencoba memecahkan masalahnya dengan membuat bendungan kecil di sungai, sehingga air yang terbendung menjadi sedikit lebih jernih dan layak untuk digunakan. “Saya juga buat bilik kecil untuk mandi dan salat,” ucap Mbah Tugardi sambil tersenyum tipis seperti menyatakan kemenangan kecil atas persoalan kekeringan yang menimpa dusunnya.

Bahkan, pernah pada 2019 Dusun Ngasem mengalami kekeringan parah. Sungai di mana Mbah Tugardi biasa memperoleh air mengalami penyusutan debit air. Satu-satunya sumber air di dusun tersebut mengering! Warga setempat kebingungan dan memunculkan masalah baru, yaitu timbulnya penyakit di tengah masalah kekeringan.

Ironisnya, warga Dusun Ngasem harus membeli air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibat dari akses yang jauh dan sulit menuju dusun tersebut, satu tangki ukuran kecil dihargai 250.000 rupiah! Ini adalah masa paceklik bagi warga Dusun Ngasem. Mereka harus membeli air di tanah airnya sendiri.

Siapa sangka? Pacitan yang dikaruniai Allah alam yang indah dengan garis pantai berpasir putih dan ombak yang memanjakan mata, serta gua-gua indah dan begitu natural, ternyata menyimpan sejumlah persoalan bagi keberlangsungan kehidupan saudara kita di sana. Secara geografis, Pacitan merupakan wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan kapur sehingga tanah di daerah ini kering dan tidak subur.

Tanah dan air di daerah yang memiliki julukan kota seribu satu gua tersebut sangat memprihatinkan. Sumber pangan seperti padi tidak dapat tumbuh subur di sana. Belum lagi kekeringan dan sulitnya akses menuju sumber air melengkapi persoalan yang mengganggu keberlangsungan kehidupan saudara kita. Tugardi menjadi salah satu warga asli setempat yang merasakan dampak tersebut.

Karunia Allah berupa keindahan alam yang ada di bumi Pacitan tentu perlu dijaga dan dilestarikan. Masalah kekeringan yang menimpa penduduk di sana adalah masalah kita semua. Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi yang menjunjung tinggi kemanusiaan telah melakukan langkah konkret dengan membuat wakaf sumur di titik  salah satu desa yang mengalami kesulitan air di Pacitan. Desa itu adalah tempat di mana Tugardi tinggal, seorang kakek tangguh yang tak menyerah di tengah keterbatasan.

P1012095 scaled

Beberapa saat setelah sumur wakaf itu terealisasikan dan bisa dimanfaatkan oleh warga Dusun Ngasem, Pacitan, Tugardi mengalami penyakit yang tergolong berat. Stroke ringan menimpa dirinya. Kehadiran sumur ini seperti oase di tengah padang pasir yang kering dan tandus. Kini, Tugardi tidak perlu bersusah payah berjalan jauh untuk memperoleh air. Upaya pipanisasi ke tiap rumah juga tengah diupayakan oleh tim pengelola sumur wakaf setempat.

Di akhir pertemuan, MbahTugardi mengucapkan rasa terima kasih dan memanjatkan doa-doa kebaikan dalam bahasa jawa untuk Dompet Dhuafa. “Mugi-mugi panjenengan lan kanca-kanca ing Dompet Dhuafa pinaringan rejeki. (Saya berharap Anda dan teman-teman di Dompet Dhuafa diberkati dengan keberuntungan),” ungkapnya penuh khidmat. (Tabung Wakaf Dompet Dhuafa / Hafiz)

 

pahala wakaf mengalir abadi. tabungwakaf dompet dhuafa