Skip to content

Cianjur Bangkit, Merajut Asa di Tengah Keterbatasan Dampak Gempa

Reruntuhan masjid Al-Barakah Kp. Ranca Piciung, kec. Cugenang, Cianjur, Jawa Barat
Reruntuhan masjid Al-Barakah Kp. Ranca Piciung, kec. Cugenang, Cianjur, Jawa Barat

Siang itu cuaca begitu cerah. Langit tampak begitu biru bersih dengan sedikit awan berarak lambat seperti menyaksikan sesuatu di bumi Cianjur. Ketika tim Dompet Dhuafa memasuki wilayah Cianjur, mentari sudah naik dan terik, akan tetapi udara di sana masih terasa sejuk dan segar. Mungkin seperti udara pagi di Jakarta, sebelum kota itu memulai geliat hiruk pikuk kehidupan penduduknya.Anugerah alam yang indah memang dimiliki Cianjur, namun sebagian wilayah tersebut berada pada area yang tidak aman bagi penduduk. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) permukiman warga yang tinggal di sepanjang zona patahan atau Sesar Cugenang dinyatakan sebagai zona berbahaya karena rawan gempa bumi.

Bangkit Perlahan di Tengah Reruntuhan

Hampir tujuh bulan pascagempa berkekuatan besar menggemparkan Cianjur, tepatnya pada pada Senin (21/11/2022) silam. Gempa berkekuatan 5,6 Magnitudo itu berhasil meluluhlantakkan Cianjur dalam sekejap. Alhasil, memori mengerikan tersebut masih melekat di benak warga Cianjur. Rasa cemas dan khawatir juga masih tampak di wajah mereka. Sebab gempa yang terjadi tidak hanya sekali, melainkan disusul beberapa kali dengan guncangan yang tak kalah hebat.

Saat ini, warga Cianjur mulai bangkit dengan semangat gotong royong, berbagai bantuan datang dari berbagai pihak. Warga setempat kembali menemukan asa. Mereka dan para relawan mulai membangun kembali tempat tinggal dan fasilitas umum vital seperti rumah ibadah, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Bantuan dalam bentuk lain juga datang, mulai dari logistik, pakaian, obat-obatan dan penanganan psikis seperti trauma healing. Uluran kebaikan itu datang dari berbagai elemen, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Atas dasar kemanusiaan, semua pihak bahu membahu membantu saudara kita di Cianjur.

Baca Juga : Program Wakaf Cianjur Bangkit, Bangun Kembali Masjid Al-Barakah  

Sekumpulan anak-anak mengaji di tenda darurat
Sekumpulan anak-anak mengaji di tenda darurat

Begitu juga Dompet Dhuafa, sebagai lembaga kemanusiaan dan filantropi Islam, Dompet Dhuafa ikut berpartisipasi aktif dengan meluncurkan program recovery Cianjur, salah satunya melalui program Wakaf Cianjur Bangkit. Program tersebut disalurkan untuk membangun kembali masjid yang rusak akibat gempa. Tepatnya masjid Al-Barakah yang berlokasi di Kp. Ranca Picung, Desa Cibulakan, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Keberadaan masjid sebagai rumah ibadah menjadi sangat penting bagi umat muslim baik sebelum maupun setelah musibah gempa terjadi. Sebelum musibah, masjid adalah sarana bagi umat muslim untuk menunaikan ibadah rutin seperti salat dan tempat belajar mengaji bagi anak-anak. Namun, usai gempa mengguncang bumi Cainjur, rumah ibadah pun ikut menjadi imbas kejadian dahsyat itu. Mereka kehilangan tempat untuk bersujud dan beribadah dengan khusyuk pada Allah.

Tetap semangat mengaji walau ditenda darurat
Tetap semangat mengaji walau ditenda darurat

Saat tim Dompet Dhuafa menapaki jalan menuju masjid Al-Barakah, bangunan disekelilingnya banyak yang rusak berat hingga hancur. Ada juga yang masih berdiri, namun sebagian besar rata dengan tanah. Dinding-dinding dihiasi banyak retakan yang menggambarkan betapa dahsyatnya gempa waktu itu. Ketika tim Dompet Dhuafa sedang memperhatikan keadaan sekeliling, tetiba anak-anak berlarian mendekati kami. Mereka begitu riang dan antusias menyambut kedatangan tim Dompet Dhuafa. Senyum mereka merekah walau air muka mereka terlihat khawatir, sebab gempa susulan kadang masih terjadi hingga kini.

Korban dan Saksi Hidup Gempa Cianjur

Anak-anak itu merupakan korban sekaligus saksi hidup gempa Canjur. Mereka merasakan secara nyata bagaimana gempa berkekuatan besar meruntuhkan rumah dan masjid mereka, Masjid Al-Barakah. Salah seorang di antaranya adalah Hamzah Supiyandi. Bocah 12 tahun itu baru saja menyelesaikan ujian akhir Sekolah Dasar (SD) dan sedang menunggu hasilnya. Tahun ini, dia akan segera duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Hamzah (12) memeluk mushaf al-Qur'an di depan puing masjid Al-Barakah, Cianjur
Hamzah (12) memeluk mushaf al-Qur’an di depan puing masjid Al-Barakah

Hamzah bercerita ketika gempa menguncang bumi Cianjur. Kala itu ia sedang tidur, ketika gempa datang Hamzah reflek bangun kemudian ia merasa takut dan bingung, lalu segera keluar rumah bersama kedua orang tuanya. Kabar baiknya semuanya selamat.

“Yang bikin tenang Alhamdulillah, semua keluarga saya selamat,” kata Hamzah saat ditemui di lokasi pada Kamis (15/6/2023).

Bagi Hamzah, gempa cianjur berdampak luar biasa pada dirinya. Dia kerap kali merasa khawatir bila suatu saat gempa terjadi kembali. Namun, dia memilih mengaji untuk menenangkan hatinya dirundung gelisah.

“Jadi deg-degan mulu ka. Takut gitu,” katanya sambil tersenyum getir.

Baca Juga : Kisah Perjalanan Menyusuri Masjid Runtuh Dampak Gempa Cianjur

Hamzah (12) berwudhu di sumber air terdekat
Hamzah (12) berwudhu di sumber air terdekat

Mengaji Al-Qur’an menjadi obat yang mujarab bagi Hamzah dan teman-temannya untuk menentramkan hati mereka. Al-Qur’an memang penuh keajaiban. Kitab suci umat Islam tersebut adalah petunjuk yang lurus dan penawar yang ampuh bagi siapa yang membacanya. Bila dengan berzikir (mengingat Allah), hati menjadi tenang. Maka sebaik-baiknya zikir adalah membaca Al-Qur’an.

Namun, teramat disayangakan, mereka kehilangan tempat untuk belajar mengaji. Masjid Al-Barakah yang menjadi tempat Hamzah dan teman-temannya belajar mengaji Al-Qur’an rusak terdampak gempa beberapa waktu silam. Sekarang mereka mengaji di tenda darurat yang tidak hanya menjadi masjid sementara. Namun juga digunakan untuk tempat tinggal bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.

Tetap Giat Bermunajat Walau Penuh Keterbatasan

Tenda darurat yang saat ini menjadi tempat mengaji Hamzah dan teman-temannya tentu tidak senyaman di masjid. Ketika siang hari dan cuaca sedang kering, debu beterbangan tertiup angin hingga masuk ke dalam tenda. Jika hujan datang, air pun ikut masuk ke dalam tenda. “Tempias sangat terasa dan juga bocor,” ungkap Hamzah sambil melihat ke sekeliling bangunan-bangunan setengah hancur.

Saat ini Hamzah sudah memasuki tahapan mengaji. Iqra’ sudah dia tamatkan dengan sempurna. Hamzah kecil bercita-cita menjadi tentara yang taat beribadah dan pandai mengaji.

“Jadi tentara yang pandai mengaji. Karena ingin melindungi orang-orang dan menjadi orang yang bermanfaat,” katanya optimis.

Menemukan ketenangan dalam salat
Menemukan ketenangan dalam salat

Hamzah menyadari bahwa mengaji bukan hanya dilakukan saat keadaan sempit, bukan pula hanya saat masih ada yang menyuruhnya mengaji. Menurutnya, mengaji adalah kebutuhan. Hal itu terbukti karena Hamzah menjadi salah satu yang cepat belajar mengaji ketimbang teman-teman seusianya.

Kehadiran Dompet Dhuafa dengan membangun kembali masjid Al-Barakah membuat hatinya gembira. Dia membayangkan dapat berkumpul dan belajar mengaji kembali di dalam masjid dengan tenang. “Nuhun, tos ngabangun masjid iye, urang bisa ngaji deui jeng babaturan sakampung di die. Mugi-mugi calageur, mugi sing digentosan. Mugi panjang umur selalu. Sakali deui, nuhun pisan,” haturnya penuh ketulusan dengan Bahasa Sunda. (Dompet Dhuafa/Hfz/Fau)