Wakaf adalah salah satu ibadah jariah yang pahalanya akan terus mengalir sampai Yaumul Akhir. Ibadah wakaf kerap diartikan dengan keabadiannya atau sifatnya yang selamanya. Jikalau ia dilaksanakan ibadah yang sementara bagaimana hambatannya dikemudian hari?
Sebelum lebih lanjut membahas wakaf itu selamanya atau sementara mari kita kulik pengertian wakaf menurut Undang-undang Wakaf.
Baca juga : Apa Itu Wakaf?
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mendefinisikan wakaf sebagai berikut :
“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan Sebagian harta benda miliknua untuk dimanfaaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”
Untuk memudahkan pemahaman atas definisi di atas, mari kita pecah-pecah menjadi beberapa frasa.
Pertama, Perbuatan Hukum Wakif
Perbuatan hukum wakif (orang yang mewakafkan hartanya). Artinya, perbuatan mewakafkan merupakan suatu perbuatan yang berimplikasi hukum, yaitu pindahnya kepemilikan.
Harta yang diwakafkan seseorang tidak lagi menjadi miliknya sehingga ia tidak lagi diperkenankan bertindak atas nama harta tersebut.
Misalnya Bapak Andi mewakafkan tanahnya kepada Dompet Dhuafa untuk dibagun masjid diatasnya.
Secara legal, tanah yang sebelumnya mempunyai sertifikat hak milih (SHM) atas nama Bapak Andi kemudian setelah diwakafkan ke Dompet Dhuafa maka diubah menjadi sertifikat wakaf atas nama Dompet Dhuafa sebagai nadzir atau pengelola wakaf. Yang berhak bertindak atas tanah tersebut bukan Bapak Andi lagi tapi melainkan Dompet Dhuafa sebagai pengelola wakaf. Implikasi hukum lainnya adalah Bapak Andi tidak bisa mewariskan, menujual dan menggadaikan tanah yang sudah diwakafkan.
Kedua, untuk memisahkan dan/atau menyerahkan Sebagian harta benda milliknya.
Artinya, seseorang menyedekahkan sebagian hartanya. Disini dikatakan “sebagain hartanya” karena pada dasarnya seseorang tidak diperkenankan mewakafkan seluruh hartanya karena disitu ada hak ahli waris setelah ia meninggal.
Baca juga : Dasar Hukum Perwakafan di Indonesia
Ketiga, untuk dimanfaatkan.
Artinya, harta harta boleh dimanfaatkan, bukan dijual. Asset harta wakaf harus diperlihara dan tidak boleh hilang. Hanya manfaat dari hasil dari pengelolaannya yang boleh disalurkan kepada mauquf alaih (penerima manfaat wakaf).
Keempat, selamanya atau untuk jangka waktu tertentu.
Artinya, wakaf bisa berlaku untuk jangka waktu selamanya atau terbatas sesuai keinginan wakif. Pada wakaf selamanya, harta wakaf yang diwakafkan tidak bisa diambil Kembali oleh wakif, sementara wakaf berjangka harta tersebut akan dikembalikan oleh nazhir kepada wakif setelah jangka waktu wakaf berakhir, sesuai dengan ikrar wakafnya.
Namun, Undang-undang wakaf tidak membolehkan wakaf tanah yang diatasnya dibangun masjid atau mushola untuk jangka waktu tertentu.
Kelima, sesuai kepentingannya.
Kepentingan disini adalah peruntukan wakaf untuk kemaslahatan umat.
Keenam, Guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
Artinya peruntukan harta wakaf harus untuk keperluan ibadah atau kemaslahatan social yang tidak bertentangan dengan hukum Islam
Dalam Undang-undang tentang wakaf dijelaskan bahwa benda wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
Beda dengan Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa wakaf harus dipisahkan dari benda miliknya dan dilembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Yuk kita simak apa yang dimaksud dengan wakaf selamanya dan wakaf sementara dan bagaimana praktiknya di Indonesia?
A. Wakaf Selamanya
Wakaf selamanya diartikan dengan wakaf yang tidak ada pembatasan waktunya sehingga tidak ada akhirnya atau berlaku untuk jangka waktu selamanya, contohnya seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau benda bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, dimana Sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan mengganti kerusakannya.
B. Wakaf Sementara
Sedangkan wakaf sementara adalah wakaf yang memiliki batas waktu berakhirnya wakaf.
Baik wakaf selamanya maupun wakaf sementara telah dibahas keabsahannya oleh ulama fiqih. Contohnya apabila barang yang diwakafkan berupa barang-barang yang mudah rusak Ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yang rusak.
Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang memberi batasan.
C. Pendapat para Ulama
Mayoritas ulama fiqih berpendapat wakah harus selamanya, bahkan dijadikan syarat sahnya wakaf sesuai dengan makna wakaf itu sendiri.
Imam Syafii mensyaratkan wakaf harus selamanya secara mutlak tanpa dibatasi waktu. Dalam kitab al-Muhadzdzab disebutkan “tidak boleh wakaf dikaitkan dengan waktu tertentu karena wakif telah mewakafkan hartanya sebagai taqarrub (pendekatan) kepada Allah.”
Imam Hambali juga mensyarakan wakaf secara mutlak, dalam kitab al-Mughni disebutkan “apabila wakif mensyaratkan wakafnya dengan kewenangannya untuk menjualnya kapan saja atau menghibahkannya atau mengambil wakafnya lagi, maka syaratnya tidak sah, tidak ada perbedaan pendapats soal itu karena bertentangan dengan maksud wakaf”. Demikian juga Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf mensyaratkan wakaf harus selamanya.
Pendapat mayoritas ulama fiqih bahwa wakaf disyaratkan selamanya berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Penggunaan kalimat habs al-ashli menunjukan selamanya. Jika harta wakaf dibolehkan Kembali menjadi milik wakif, maka bukan wakaf sebab meniadakan pembatasan waktu.
Baca juga : Jenis Wakaf Ahli, Wakaf Khairi dan Wakaf Musytarak
Perintah nabi kepada Umar untuk menahannya menunjukan wakaf harus selamanya. Kalimat la yuba’u wala yubahu wala yurasu bermakna selamanya karena jika pembatasan dengan waktu dibolehkan maka dibolehkan untuk menjualnya, menghibahkannya dan mewaiskannya.
2. Semua wakaf yang dilakukan oleh sahabat dan tabiin adalah wakaf selamanya.
3. Wakaf itu mengeluarkan kepemilikan harta selamanya tanpa dibatasi oleh waktu. Jika dikatakan bahwa milik Allah atau mawquf alaih maka itupun mengharuskan selamanya karena kepemilikannya tidak boleh sementara sehingga tidak boleh menjual sementara, hibah sementara, tidak boleh wakaf sementaa tapi harus selamanya adalah makna wakaf yang syar’i
Namun demikian, Imam Malik tidak mensyaratkan wakaf harus selamanya tapi dibolehkan juga wakaf sementara.
Menurut Imam Malik sementara sah baik dibatasi dengan tahun atau dibatasi dengan selain tetapi memiliki batas akhir.
1. Bahwa wakaf menurut makna, kandungan dan tujuannya adalah sedekah dan sedekah boleh sementara dan selamanya. Baik wakaf selamanya dan wakaf sementara merupakan bentuk infak dijalan kebaikan sehingga keduanya dibolehkan.
2. Hadis yang menjelaskan wakaf Umar RA dengan menggunakan kaliamat selamanya tidak berarti yang bukan selamanya tidak boleh karena dalil hadisnya berbunyi in syi’ta yang menunjukan bahwa perbuatan wakaf itu diserahkan pilihannya kepada seseorang, tidak ada ketentuan wakaf itu dalam satu bentuk atau cara tertentu. Kemudian, dalam kalimat habs dalam hadis itu tidak menunjukan makna selamanua karena habs bisa dilakukan selamanya bisa juga sementara.
3. Pendapat yang mensyaratkan wakaf harus selamanya bahwa wakaf adalah mengeluarkan harta dari pemiliknya atau kepemilikannya menjadi milik Allah atau mauquh alaih dan tidak sah wakaf kecuali secara mutlak, tidak dibatasi dengan waktu. Menurut Malikiyyah yang membolehkan wakaf sementara bahwa kepemilikan dalam wakaf tetap pada wakif dan wakaf menurut mereka tidak mengeluarkan harta dari wakif. Pendapat Imam Malik membolehkan wakaf selamanya dan sementara.