“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim:34)
Kita seringkali mengukur banyaknya rezeki dari jumlah harta yang kita dimiliki. Tak heran manusia berlomba-lomba memburu harta kekayaan dan menyimpannya sebagai jaminan kehidupan masa depan.
Padahal harta bisa habis dalam sekejap. Dalam sekejap harta bisa habis untuk membiayai mahalnya pengobatan saat kita sakit. Dalam sekejap harta bisa lenyap saat terjadi force majeur (bencana alam). Dalam sekejap kita kehilangan harta saat terjadi pencurian dan tindak kejahatan lainnya.
Harta juga bisa tiba-tiba jadi tak berharga. Saat terjadi inflasi atau krisis ekonomi, bahan pangan jauh lebih berharga dari harta. Saat kehausan dipadang pasir yang luas tanpa oase, setetes air jauh lebih mahal dari harta apapun yang dimiliki. Dan saat Sakaratul maut sampai ditenggorokan, harta tak lagi menolong, justru harta yang ditinggalkan bisa menjadi sumber pertikaian bagi ahli waris.
Begitu banyak rezeki tak berbentuk harta yang harus lebih kita syukuri. Jangan terlambat merasakan nikmatnya sehat setelah penyakit menimpa kita. Jangan terlambat menyesali waktu luang yang telah lewat saat kita sedang berjibaku dengan kesibukan. Jangan terlambat mengenang masa muda saat tubuh terkulai renta. Dan yang paling sering dilalaikan adalah nikmatnya kebahagiaan (happy). Orang seringkali menukarnya dengan kesenangan(pleasure), padahal kesenangan tak akan mampu menggantikan kebahagiaan.
Rezeki kesehatan itu mahal, saking mahalnya lahirlah Asuransi, sebuah sistem urunan untuk mengatasi biaya berobat yang sangat mahal. Umur juga sangat mahal, karena umur adalah kombinasi antara waktu, peluang (kesempatan) dan penentuan masa depan. Pada Yaumil Hisab kelak manusia menangis dan menyesalinya saat ditanya Allah, “untuk apa umurmu digunakan?” . Harta yang kita miliki tak akan pernah bisa membeli itu semua. Sekeras apapun diusahakan dan sebanyak apapun dikumpulkan.
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-Baqarah:195)
Harta adalah alat tukar, kita bisa menukarnya dengan kebutuhan duniawi atau menukar dengan keridhoan Allah agar DIA turunkan keberkahanNya kepada kita. Untuk kebutuhan duniawi, kita menukar harta dengan harta pula atau barang-barang konsumtif lainya yang membuat harta semakin susut jumlahnya , lalu kita harus bekerja keras lagi untuk mendapatkannya.
Jika kita gunakan harta untuk ditukar dengan keridhoan Allah SWT dan mengharapkan keberkahan dariNya, DIA akan limpahkan keberkahan kepada kita berupa kehidupan yang sakinah penuh kebahagiaan. Kita jadi mudah menjalankan ibadah kepadaNya dan ringan dalam melakukan kebaikan-kebaikan.
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti dengan sebiji / sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai (bulir),
pada tiap-tiap tangkai pula ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS Al-Baqarah:261)
Tukarkan harta yang kita miliki dengan menunaikan zakat, berinfaq untuk jalan Allah dan bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. DIA akan lipat gandakan harta yang kita miliki dan kebaikan-kebaikan yang mengiringinya.
Sebaik-baiknya sedekah adalah sedekah jariyah, sedekah yang tidak habis begitu saja dan kemanfaatannya terus dirasakan ummat. Pahala akan terus mengalir kepada kita walau kita telah wafat dan keberkahannya akan terus dirasakan ummat. – (qodratsq)
Wallahu a’lam