“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al-Baqarah: 263)
Sahabat, benar bahwa sedekah boleh dilakukan secara diam-diam maupun terang-terangan, akan tetapi jangan sampai sedekah yang kita berikan diungkit-ungkit sehingga menyakiti perasaan si penerima. Adakah kebaikan tersisa dari sedekah yang menyakiti perasaan?
“Kalau bukan karena bantuan saya memberi sembako untuk keluarga kamu, kamu tidak akan bisa makan sampai akhir bulan!”
“Yang bisa bikin kamu jadi sarjana seperti sekarang itu yaa sedekah dari saya tiap bulannya!”
Mengapa tak boleh menyebut-nyebut sedekah kita padahal kita benar-benar telah ‘berjasa’? Berikut ini beberapa alasan tidak boleh mengungkit pemberian sedekah kita pada orang lain:
1. Pahala sedekah jauh lebih banyak dan besar dibanding jumlah sedekah yang kita berikan
Ibaratnya modal hanya satu benih namun berhasil tumbuh 700 bulir, bukankah ini memperlihatkan bahwa diri kita yang lebih diuntungkan dengan bersedekah? Mengapa kita begitu merasa berjasa atas hidup orang lain padahal hidup kitalah yang tertolong karena sedekah tersebut!
Sungguh merugi dan amat bodohlah orang yang mengungkit-ungkit sedekahnya sehingga menyakiti perasaan si penerima. Sangat mungkin pahala dan kebaikan yang seharusnya diperolehnya justru menguap tak bersisa.
2. Mengungkit-ungkit sedekah bisa menghinakan perasaan penerimanya
Sahabat, siapakah yang rela dihina atau diinjak-injak harga dirinya? Jika kita tak suka dihina, mengapa kita mengubah sedekah yang kita berikan menjadi hinaan bagi orang lain?
Bayangkan jika kita adalah karyawan, lalu bos di kantor mengatakan seperti ini, “Kalian ini berutang pada saya, kalau bukan karena gaji yang saya berikan tiap bulan untuk kalian, memangnya kalian bisa hidup hah?”
Padahal kita diberi gaji bulanan sesuai dengan kontribusi yang kita sumbangkan untuk perusahaan. Bukankah seharusnya impas dan tak bisa diungkit-ungkit seperti itu?
Atau, bayangkan kita adalah seorang pedagang, lalu pembeli kita berkata begini, “Kalau bukan saya yang beli barang daganganmu, tak bakalan daganganmu ini laku!”
Padahal dia membayar sejumlah uang dengan mendapatkan barang, mengapa mengatakan sesuatu yang menghina harga diri orang lain, bukankah ini pertukaran yang sama-sama untung?
Konyol bukan? Orang yang mengungkit-ungkit sedekah merasa dirinya berjasa sehingga berhak menyakiti perasaan si penerima. Padahal dengan demikian ia telah merusak sedekahnya dan menghinakan dirinya sendiri di hadapan Allah.
3. Mengungkit sedekah berpotensi menghapus balasan sedekah dari Allah
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 262)
Jelas bahwa balasan pahala di sisi Allah hanyalah untuk orang yang bersedekah dengan tidak menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan si penerimanya. Artinya, jika kita mengungkit sedekah kita, maka tak ada balasan kebaikan yang kita dapatkan. Bahkan Allah takkan mengajak orang ini berbicara kelak di hari Kiamat.
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak diperhatikan dan tidak disucikan dan bagi mereka siksa yang pedih, (salah satunya adalah) si tukang ungkit atas segala yang diberikan…” (HR. Muslim)
Na’udzubillah. Sahabat, semoga kita bukan termasuk golongan orang-orang yang hobi mengungkit-ungkit sedekah dan pemberian pada orang lain. (SH)