“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 26-27)
Sahabat, banyak yang mengartikan sifat boros adalah menghabiskan uang secara berlebihan. Padahal tidak selalu demikian maknanya.
Ada orang yang berlebihan dalam bersedekah, ia mewakafkan bangunan, tanah, serta kendaraannya, namun demikian ini tidaklah termasuk ke dalam sifat boros.
Sebaliknya, ada seseorang yang mengeluarkan uangnya hanya untuk segelas whisky saja, atau sebatang rokok saja, namun perbuatan ini bisa dikategorikan sebagai pemborosan!
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Pemborosan adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.”
Artinya, meski hanya sedikit uang yang dikeluarkan, namun jika hal tersebut digunakan untuk hal maksiat, sekecil apapun bentuknya, maka sudah dapat dikategorikan sebagai pemborosan. Sedangkan harta yang kita infakkan di jalan Allah, seberapapun besarnya… Maka tak dianggap sebagai hal yang boros.
Akan tetapi, boros juga memiliki arti berbeda. Ibnul Jauzi berkata bahwa yang dimaksud boros ada dua pendapat di kalangan para ulama:
1. Boros yang berarti menginfakkan harta bukan pada jalan yang benar. Sebagaimana pendapat Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas di atas, atau…
2. Boros berarti penyalahgunaan dan bentuk membuang-buang harta. Abu ‘Ubaidah berkata, “Mubazzir (orang yang boros) adalah orang yang menyalahgunakan, merusak dan menghambur-hamburkan harta.” (Zaadul Masiir, 5: 27-28)
Artinya, selain membelanjakan harta pada hal yang diharamkan, boros juga berarti sikap berlebih-lebihan dan menghambur-hamburkan harta.
Sahabat, perhatikanlah betapa Islam menghargai setiap hal dan tidak menganjurkan hidup boros sama sekali, bahkan sekalipun sebutir nasi, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalaam meminta umatnya untuk menghargainya:
“Apabila suapan salah seorang di antara kamu sekalian itu terjatuh maka ambillah dan bersihkan kotoran yang melekat padanya serta makanlah dan janganlah ia mengusap tangannya dengan sapu tangan (mencuci tangan) sebelum ia membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel pada jari-jarinya karena sesungguhnya ia tidak mengetahui bagian manakah itu yang mengandung berkah.” (HR.Muslim)
Bisa kita simpulkan bahwa perbuatan membuang makanan padahal masih bisa dikonsumsi adalah contoh pemborosan, membeli perabot baru padahal perabot lama masih dapat dipakai adalah contoh pemborosan. Demikian pula mengoleksi berbagai jenis mobil mewah padahal tak pernah digunakan merupakan salah satu contoh pemborosan.
Ada baiknya kita menyedekahkan terlebih dahulu barang-barang lama jika ingin memiliki yang baru, in syaa Allah hal ini merupakan bagian dari menghindari sifat boros. Atau, pastikan setiap barang yang kita belanjakan memiliki manfaat dan tidak hanya sekadar untuk koleksi agar bisa pamer atau menaikkan gengsi.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. ” (QS. Al Furqan: 67)
Sahabat, betapa saat ini kita terbiasa disuguhkan gaya hidup boros yang seolah-olah biasa saja. Makanan yang tersisa banyak di atas piring, koleksi ratusan pasang sepatu yang bahkan tak pernah dipakai, koleksi puluhan mobil mewah yang hanya bertengger di garasi, koleksi puluhan tas mahal berharga ratusan juta Rupiah, dan kita menganggap hal itu sebagai gaya hidup kekinian yang biasa saja bahkan merasa iri ingin juga menirunya, astaghfirullah.
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-‘Araf: 31)
Sadarkah kita bahwa semua barang yang kita miliki saat ini akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak, dari mana uang untuk membelinya diperoleh serta untuk apa barang tersebut dibeli?
Tidakkah kita malu melihat banyaknya barang koleksi yang kita miliki namun tak memberi kontribusi manfaat sama sekali baik untuk kepentingan diri sendiri di dunia-akhirat, apalagi bermanfaat untuk umat Nabi Muhammad?
“Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim no.1715)
Sahabat, sebelum tibanya hari penghitungan dan pertanggungjawaban, marilah kita terlebih dulu berhitung dan bertanya-tanya mengenai semua benda yang kita miliki saat ini, apakah benda-benda tersebut mampu menghindarkan kita dari kematian yang buruk, menerangi alam kubur kita kelak, serta menaungi kita di hari yang tiada naungan selain sedekah yang kita berikan untuk orang lain?
Jika barang-barang yang kita miliki hanyalah sebagai pemuas nafsu belaka, sungguh celakalah diri kita telah menjadi saudara setan, sedangkan setan adalah musuh nyata yang menyeret kita pada murka Allah.
Adakah kita tergerak untuk bertaubat dari sifat boros dan menyedekakan harta yang kita cintai sebagai pemadam murka Allah?
“Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan murka Allah dan dapat menolak cara mati yang buruk. ” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Baihaqi)
Wallaahualam. (SH)