“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Sahabat, pernahkah mendengar kisah mengenai seorang anak kecil dan sebuah kepompong?
Saat sedang bermain di taman, anak kecil tersebut menemukan kepompong kupu-kupu yang menempel di sebuah dahan rendah, ia mengamati bahwa ada sebuah lubang kecil di ujung badan kepompong tersebut.
Anak itu tertegun ketika memperhatikan gerakan kupu-kupu yang tampak sangat kesulitan untuk keluar dari lubang kecil di ujung kepompong tersebut. Setelah sekian lama bergerak menggeliat di dalam kepompong, akhirnya kupu-kupu itu berhenti bergerak.
Sang anak menganggap kupu-kupu itu telah menyerah, perjuangannya tak berhasil untuk keluar dari dalam kepompong.
Karena merasa kasihan, sang anak pun membawa kepompong tersebut ke rumahnya, ia mengambil sebuah gunting dan kemudian tanpa ragu mulai menggunting kepompong tersebut untuk menolong kupu-kupu di dalamnya agar bisa keluar dengan mudah.
Alangkah kagetnya sang anak ketika melihat kupu-kupu tersebut masih memiliki tubuh gembung dengan sayap yang masih berkerut dan tampak lemah. Anak itu berharap kupu-kupu tersebut akan segera mengepakkan sayapnya dan terbang, namun seiring waktu berjalan, harapannya sia-sia saja.
Tubuh kupu-kupu itu tetap menggembung dan sayapnya tetap mengkerut. Jangankan terbang, kupu-kupu itu hanya mampu berjalan merangkak dengan kondisi tubuh yang mengerikan laksana monster.
Sang anak tampaknya tidak memahami bahwa untuk menjadi kupu-kupu cantik yang bebas terbang, hewan tersebut harus berusaha keras melewati lubang kecil di ujung kepompongnya. Dengan demikian sayap kupu-kupu akan memiliki tenaga dan badannya pun akan berbentuk proporsional tidak menggembung sehingga ia siap terbang di alam bebas, menikmati udara, langit, dan bunga-bunga.
Sahabat, barangkali kita sering seperti anak kecil tersebut, salah sangka terhadap kesulitan hidup. Kita berpikir bahwa segala kesulitan adalah sesuatu yang perlu dienyahkan dan disingkirkan, padahal anggapan tersebut belum tentu benar. Kesulitan sesungguhnya adalah sesuatu yang perlu ditaklukkan oleh diri sendiri!
Banyak bukti manusia-manusia hebat terlahir dari kesulitan hidup yang luar biasa. Mereka menjadi hebat bukan karena tak pernah mengalami kesulitan, sebaliknya, setelah berhasil menaklukkan kesulitannya, mereka berhasil menemukan kemudahan di baliknya.
Ibarat membelah buah durian, menaklukkan kulit dengan banyak duri tajam yang melapisinya tentu bukan hal mudah, akan tetapi ketika berhasil membukanya, bukankah daging durian yang harum dan legit bisa menggantikan jerih payah perjuangan ‘mengupasnya’?
Demikianlah, Allah memberi kesulitan bersama dengan kemudahan. Kesulitan ini merupakan paket metamorfosis agar manusia bisa mewujud sempurna dari ulat menjadi kupu-kupu yang bebas terbang.
Maka, jika saat ini kita merasa diuji dengan banyak kesulitan, bisa jadi kita sedang dalam proses bergelut keluar dari ‘kepompong’, percayalah bahwa kesulitan dan kesempitan ini takkan selamanya, karena Allah tak pernah mengingkari janjiNya.
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7)
Bagaimana untuk mempercepat datangnya kemudahan setelah berbagai kesulitan? Di antara cara yang paling efektif adalah dengan membantu menyingkirkan kesulitan orang lain serta memperlancar urusannya.
“Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)
”Siapa yang berjalan menolong orang yang susah maka Allah akan menurunkan baginya tujuh puluh lima ribu malaikat yang selalu mendoakannya dan dia akan tetap berada dalam rahmat Allah selama dia menolong orang tersebut…” (HR. Thabrani)
“Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain”. (Hadis Riwayat: Imam Ahmad)
Demikianlah, moga yang sedikit ini bermanfaat. Mudah-mudahan Allah segera memperlihatkan kemudahanNya setelah ia menempa kita dengan kesulitan hidup. (SH)