“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya.” (QS Ath-Thalaaq:2-3)
Sahabat, pernahkah memiliki masalah amat pelik dan sukar, lalu kita memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah tersebut hingga titik darah penghabisan, namun anehnya masalah tak jua menemukan jalan keluar? Apa yang salah?
Sebenarnya sikap menyerah hingga titik akhir bukanlah hal yang salah, selama diiringi dengan hati yang tawakal pada Allah.
Masalahnya, banyak orang yang bersikap gigih hadapi masalah namun tak menyertai tawakal di hatinya. Dan, seharusnya tidak sulit mendeteksi apakah hati kita dalam keadaan bertawakal atau tidak.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al Ghazali, ciri sifat tawakal adalah adanya ketenangan dan ketentraman dalam hati. Sehingga jika kita masih menemukan kepanikan, ketakutan dan keraguan di hati, sangat mungkin itu mengindikasikan kita belum benar-benar bertawakal
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakal sebagai berikut, “Tawakal ialah menyandarkan kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepadaNya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.”
Bukankah Rasulullah hanya menyuruh kita ‘mengikat unta’ lalu bertawakal? Rasulullah tidak meminta kita untuk membawa unta ke mana-mana sebagai bukti ikhtiar kita yang habis-habisan menjaganya, lalu barulah bertawakal!
Dari Anas bin Malik ra, ada seseorang berkata kepada Rasulullah SAW. ‘Wahai Rasulullah SAW, aku ikat untaku lalu aku bertawakal, atau aku lepas ia dan aku bertawakal?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ikatlah untamu lalu bertawakallah.” (HR. Tirmidzi)
Maka, mengapa kita suka membebani diri dengan hal-hal di luar jangkauan dibandingkan berserah diri dan bertawakal pada Allah setelah berikhtiar sekadar ‘mengikat unta’?
Contoh nyata, ada orang yang diuji dengan sakit parah, sebagai ikhtiar ia melakukan berbagai metode pengobatan mulai dari menemui dokter terbaik, mencoba cara alternatif, konsumsi obat herbal, sampai akhirnya menemui dukun alias orang pintar yang menggunakan pengobatan dengan cara haram, semua ini dilakukan dengan alasan berikhtiar. Tepat kah?
”Jika Allah Menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah Membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imron: 160)
Ikhtiar yang begitu keras tanpa adanya ketenangan hati bukanlah bentuk tawakal. Justru itu menunjukkan 2 hal. Pertama adalah kesombongan, karena merasa mampu menyelesaikan masalah sendirian. Atau yang kedua, tidak meyakini kemampuan Allah mewakili kita membereskan masalah tersebut.
Salah satu tawakal terbaik dicontohkan oleh burung-burung. Mereka tak pernah merasa khawatir akan kelaparan, pergi dalam keadaan lapar dan sorenya kembali dalam keadaan kenyang karena mereka yakin Allah menjamin rezeki makhluk.
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang “ (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasaai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dan Al Hakim. Imam Tirmidzi berkata : hasan shahih)
Tidakkah kita menyadari bahwa Allah sering kali menginginkan kita lemah dan menyerah di hadapanNya? Sehingga hanya padaNya saja kita bersandar dan menyerahkan segala urusan.
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron: 159)
Sahabat, jangan sampai kita senantiasa menghabiskan waktu untuk pusing memikirkan jalan keluar dari semua permasalahan kita, padahal kita memang tak mampu menyelesaikannya.
Serahkan pada Allah dengan bertawakal padaNya! Biarkan Allah mewakilkan kita menyelesaikan semua permasalahan, tugas kita sesungguhnya hanyalah beribadah padaNya. Wallaahualam. (SH)