“Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya seperti apa yang dicintainya untuk dirinya.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagaimana kisah cinta Romeo dan Juliet yang bahkan rela bertaruh nyawa ketika yang dicintainya tiada, demikian jualah seharusnya kita mencintai antar saudara seiman.
Amat lucu jika kita setiap pekan atau bahkan setiap hari bertemu, bertukar pikiran, saling menambah ilmu dan wawasan dengan sesama mukmin, namun ketika mengetahui saudara kita tersebut dalam kesusahan… Tak ada sedikit pun tergerak hati untuk membantunya dengan segala daya upaya atau bahkan minimal doa!
Hal tersebut membuktikan bahwa keimanan kita belum sempurna, kita belum memperlakukan saudara kita sebagaimana kita ingin diri kita diperlakukan oleh orang lain!
Padahal, begitu besar keutamaan mencintai saudara seiman dan mengutamakannya atas diri kita, bahkan hal tersebut menjadi tanda kesempurnaan iman seseorang.
Lalu apa sajakah yang perlu kita lakukan untuk menumbuhkan rasa cinta pada saudara seiman sebagaimana kita mencintai diri sendiri?
1. Mengasah empati
“Orang-orang yang beriman itu seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh mengeluh kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakitnya dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)
Sudahkah kita memiliki empati terhadap sesama muslim? Ketika saudara kita sakit, adakah tergerak hati kita untuk menjenguknya? Ketika ia memiliki utang sedangkan kita memperoleh rezeki berlebih, adakah kita berhasrat untuk membantu meringankan utangnya?
Empati sangat diperlukan sebagai bukti rasa cinta pada sesama. Tanpa empati pada saudara seiman, keimanan kita hanyalah omong kosong.
2. Menghilangkan rasa iri dan dengki
“Allah lah yang mengutamakan sebagian kalian di atas sebagian yang lain dalam hal rezeki.” (QS. an-Nahl: 71)
Jika masih bercokol rasa iri dan dengki di hati terhadap apa yang diperoleh saudara seiman, bisa dipastikan kita belum memiliki rasa cinta padanya.
Orang yang telah mencintai saudaranya sudah pasti akan ikut berbahagia dengan kebahagiaan yang dirasakan saudara seimannya, dan tak ada terpikirkan untuk merebut atau menghilangkan kebahagiaan tersebut.
3. Mengutamakan kepentingan saudara seiman
Sudahkah kita mengutamakan kepentingan saudara seiman? Misalkan ada tabungan berlebih yang kita miliki, apakah kita akan membiarkannya mengendap di rekening ataukah kita pinjamkan pada saudara seiman yang sedang membutuhkan bantuan finansial?
Jika ada waktu senggang dan saudara kita amat membutuhkan bantuan kita untuk menemaninya dalam perjalanan, apakah kita akan mengutamakan kenyamanan diri sendiri beristirahat di waktu luang atau mau menyisihkan waktu untuk memenuhi kebutuhan saudara seiman?
“Orang yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kesenangan yang diberikan kepada sesama muslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama salah seorang saudaraku untuk menunaikan keperluannya lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapa berjalan bersama salah seorang saudaranya dalam rangka memenuhi kebutuhannya sampai selesai, maka Allah akan meneguhkan tapak kakinya pada hari ketika semua tapak kaki tergelincir.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan)
4. Menghilangkan sifat kikir
Bisa dibilang kita belumlah mencintai saudara seiman jika masih perhitungan bahkan bersikap pelit pada mereka. Makan bersama saja tidak mau rugi, harus bayar sendiri-sendiri misalnya.
Atau, selalu mengingat-ingat saudara kita pernah tidak membantu ketika kita sedang kesusahan, maka kita pun membalasnya dengan mengabaikannya ketika ia ditimpa kesulitan yang sama.
“Barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
5. Tidak mengharap sesuatu apapun dari saudara seiman melainkan karena cinta padanya
“Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “Engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “Apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “Tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya.“ (HR Muslim no.2567).
6. Saling menasehati dan saling mengunjungi
“Berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling mencintai karena Aku. Berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling menasehati karena Aku. Berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling mengunjungi karena Aku. Berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling memberi karena Aku. Mereka akan berada di mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat iri para Nabi dan orang-orang shalih terhadap tempat mereka itu.” (HR. Ibnu Hibban 577, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Mawarid 2129)
Sahabat, mudah-mudahan kita dikaruniai hati yang lembut dan mudah mencintai saudara seiman, sehingga dengannya Allah pun akan ridho dan mencintai kita. Aamiin. (SH)